Pulau Komodo, Indonesia :
 |
Komodo Island |
Pulau Komodo adalah sebuah pulau yang terletak di Kepulauan Nusa
Tenggara. Pulau Komodo dikenal sebagai habitat asli hewan komodo. Pulau
ini juga merupakan kawasan
Taman Nasional Komodo yang dikelola oleh Pemerintah Pusat. Pulau Komodo berada di sebelah timur
Pulau Sumbawa, yang dipisahkan oleh
Selat Sape.
Secara
administratif, pulau ini termasuk wilayah Kecamatan Komodo, Kabupaten
Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Pulau Komodo
merupakan ujung paling barat Provinsi Nusa Tenggara Timur, berbatasan
dengan Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Di Pulau Komodo, hewan komodo hidup dan berkembang biak dengan baik.
Hingga Agustus 2009, di pulau ini terdapat sekitar 1300 ekor komodo.
Ditambah dengan pulau lain, seperti Pulau Rinca dan dan Gili Motang,
jumlah mereka keseluruhan mencapai sekitar 2500 ekor. Ada pula sekitar
100 ekor komodo di Cagar Alam Wae Wuul di daratan Pulau Flores tapi
tidak termasuk wilayah Taman Nasional Komodo.
Selain komodo, pulau ini juga menyimpan eksotisme flora yang beragam
kayu sepang yang oleh warga sekitar digunakan sebagi obat dan bahan
pewarna pakaian, pohon nitak ini atau sterculia oblongata di yakini
berguna sebagai obat dan bijinya gurih dan enak seperti kacang polong.
Pulau Komodo juga diterima sebagai
Situs Warisan Dunia UNESCO, karena dalam wilayah Taman Nasional Komodo, bersama dengan Pulau Rinca, Pulau Padar dan Gili Motang.
Sejarah Pulau :
Pada
tahun 1910 orang Belanda menamai pulau di sisi selatan Provinsi Nusa
Tenggara Timur ini dengan julukan Pulau Komodo. Cerita ini berawal dari
Letnan Steyn van Hens Broek yang mencoba membuktikan laporan pasukan
Belanda tentang adanya hewan besar menyerupai naga di pulau tersebut.
Steyn lantas membunuh seekor komodo tersebut dan membawa dokumentasinya
ke Museum and Botanical Garden di Bogor untuk diteliti.
Tahun 2009, Taman Nasional Komodo dinobatkan menjadi finalis "New Seven
Wonders of Nature" yang baru diumumkan pada tahun 2010 melalui voting
secara online di www.N7W.com.Pada tanggal 11 November 2011, New 7
Wonders telah mengumumkan pemenang sementara, dan Taman Nasional Komodo
masuk kedalam jajaran pemenang tersebut bersama dengan, Hutan Amazon,
Teluk Halong, Air Terjun Iguazu, Pulau Jeju, Sungai Bawah Tanah Puerto
Princesa, dan Table Mountain. Taman Nasional Komodo mendapatkan suara
terbanyak .
Tentang Komodo :
Kerajaan: |
Animalia |
Filum: |
Chordata |
Kelas: |
Reptilia |
Ordo: |
Squamata |
Upaordo: |
Autarchoglossa |
Famili: |
Varanidae |
Genus: |
Varanus |
Spesies: |
Varanus. komodoensis |
Komodo,
atau yang selengkapnya disebut biawak komodo (Varanus komodoensis),
adalah spesies kadal terbesar di dunia yang hidup di pulau Komodo,
Rinca, Flores, Gili Motang, dan Gili Dasami di Nusa Tenggara. Biawak ini
oleh penduduk asli pulau Komodo juga disebut dengan nama setempat ora.
Termasuk anggota famili biawak Varanidae, dan
klad
Toxicofera, komodo merupakan kadal terbesar di dunia, dengan rata-rata
panjang 2-3 m. Ukurannya yang besar ini berhubungan dengan gejala gigantisme pulau,
yakni kecenderungan meraksasanya tubuh hewan-hewan tertentu yang hidup
di pulau kecil terkait dengan tidak adanya mamalia karnivora di pulau
tempat hidup komodo, dan laju metabolisme komodo yang kecil. Karena
besar tubuhnya, kadal ini menduduki posisi predator puncak yang
mendominasi ekosistem tempatnya hidup.
Komodo ditemukan oleh peneliti barat tahun 1910. Tubuhnya yang besar dan
reputasinya yang mengerikan membuat mereka populer di kebun binatang.
Habitat komodo di alam bebas telah menyusut akibat aktivitas manusia dan
karenanya
IUCN
memasukkan komodo sebagai spesies yang rentan terhadap kepunahan. Biawak
besar ini kini dilindungi di bawah peraturan pemerintah Indonesia dan
sebuah taman nasional, yaitu Taman Nasional Komodo, didirikan untuk
melindungi mereka.
Anatomi & Morfologi Komodo :
Di alam bebas, komodo dewasa biasanya memiliki massasekitar 70 kilogram,
namun komodo yang dipelihara di penangkaran sering memiliki bobot tubuh
yang lebih besar. Spesimen liar terbesar yang pernah ada memiliki
panjang sebesar 3.13 meter dan berat sekitar 166 kilogram, termasuk
berat makanan yang belum dicerna di dalam perutnya. Meski komodo
tercatat sebagai kadal terbesar yang masih hidup, namun bukan yang
terpanjang. Reputasi ini dipegang oleh biawak Papua (Varanus
salvadorii). Komodo memiliki ekor yang sama panjang dengan tubuhnya, dan
sekitar 60 buah gigi yang bergerigi tajam sepanjang sekitar 2.5 cm,
yang kerap diganti. Air liur komodo sering kali bercampur sedikit darah
karena giginya hampir seluruhnya dilapisi
jaringan gingiva
dan jaringan ini tercabik selama makan. Kondisi ini menciptakan
lingkungan pertumbuhan yang ideal untuk bakteri mematikan yang hidup di
mulut mereka. Komodo memiliki lidah yang panjang, berwarna kuning dan
bercabang. Komodo jantan lebih besar daripada komodo betina, dengan
warna kulit dari abu-abu gelap sampai merah batu bata, sementara komodo
betina lebih berwarna hijau buah zaitun, dan memiliki potongan kecil
kuning pada tenggorokannya. Komodo muda lebih berwarna, dengan warna
kuning, hijau dan putih pada latar belakang hitam.
Fisiologi Komodo :
Komodo
tak memiliki indera pendengaran, meski memiliki lubang telinga. Biawak
ini mampu melihat hingga sejauh 300 m, namun karena retinanya hanya
memiliki sel kerucut,
hewan ini agaknya tak begitu baik melihat di kegelapan malam. Komodo
mampu membedakan warna namun tidak seberapa mampu membedakan obyek yang
tak bergerak. Komodo menggunakan lidahnya untuk mendeteksi rasa dan
mencium stimuli, seperti reptil lainnya, dengan indera vomeronasal
memanfaatkan organ Jacobson,
suatu kemampuan yang dapat membantu navigasi pada saat gelap. Dengan
bantuan angin dan kebiasaannya menelengkan kepalanya ke kanan dan ke
kiri ketika berjalan, komodo dapat mendeteksi keberadaan daging bangkai
sejauh 4—9.5 kilometer. Lubang hidung komodo bukan merupakan alat
penciuman yang baik karena mereka tidak memiliki sekat rongga badan.
Hewan ini tidak memiliki indra perasa di lidahnya, hanya ada sedikit
ujung-ujung saraf perasa di bagian belakang tenggorokan.
Sisik-sisik komodo, beberapa di antaranya diperkuat dengan tulang,
memiliki sensor yang terhubung dengan saraf yang memfasilitasi rangsang
sentuhan. Sisik-sisik di sekitar telinga, bibir, dagu dan tapak kaki
memiliki tiga sensor rangsangan atau lebih.
Komodo pernah dianggap tuli ketika penelitian mendapatkan bahwa bisikan,
suara yang meningkat dan teriakan ternyata tidak mengakibatkan agitasi
(gangguan) pada komodo liar. Hal ini terbantah kemudian ketika karyawan
Kebun Binatang London ZSL, Joan Proctor melatih biawak untuk keluar
makan dengan suaranya, bahkan juga ketika ia tidak terlihat oleh si
biawak.
Ekologi, Perilaku & Cara Hidup Komodo :
Komodo secara alami hanya ditemui di Indonesia, di pulau Komodo,
Floresdan Rinca dan beberapa pulau lainnya di Nusa Tenggara. Hidup di
padang rumput kering terbuka, sabana dan hutan tropis pada ketinggian
rendah, biawak ini menyukai tempat panas dan kering ini. Mereka aktif
pada siang hari, walaupun kadang-kadang aktif juga pada malam hari.
Komodo adalah binatang yang penyendiri, berkumpul bersama hanya pada
saat makan dan berkembang biak. Reptil besar ini dapat berlari cepat
hingga 20 kilometer per jam pada jarak yang pendek; berenang dengan
sangat baik dan mampu menyelam sedalam 4.5 meter; serta pandai memanjat
pohon menggunakan cakar mereka yang kuat. Untuk menangkap mangsa yang
berada di luar jangkauannya, komodo dapat berdiri dengan kaki
belakangnya dan menggunakan ekornya sebagai penunjang. Dengan
bertambahnya umur, komodo lebih menggunakan cakarnya sebagai senjata,
karena ukuran tubuhnya yang besar menyulitkannya memanjat pohon.
Untuk
tempat berlindung, komodo menggali lubang selebar 1–3 meter dengan
tungkai depan dan cakarnya yang kuat. Karena besar tubuhnya dan
kebiasaan tidur di dalam lubang, komodo dapat menjaga panas tubuhnya
selama malam hari dan mengurangi waktu berjemur pada pagi selanjutnya.
Komodo umumnya berburu pada siang hingga sore hari, tetapi tetap
berteduh selama bagian hari yang terpanas. Tempat-tempat sembunyi komodo
ini biasanya berada di daerah gumuk atau perbukitan dengan semilir
angin laut, terbuka dari vegetasi, dan di sana-sini berserak kotoran
hewan penghuninya. Tempat ini umumnya juga merupakan lokasi yang
strategis untuk menyergap rusa.
Perilaku makan
Komodo
adalah hewan karnivora. Walaupun mereka kebanyakan makan daging
bangkai, penelitian menunjukkan bahwa mereka juga berburu mangsa hidup
dengan cara mengendap-endap diikuti dengan serangan tiba-tiba terhadap
korbannya. Ketika mangsa itu tiba di dekat tempat sembunyi komodo, hewan
ini segera menyerangnya pada sisi bawah tubuh atau tenggorokan. Komodo
dapat menemukan mangsanya dengan menggunakan penciumannya yang tajam,
yang dapat menemukan binatang mati atau sekarat pada jarak hingga 9,5
kilometer.
Reptil purba ini makan dengan cara mencabik potongan besar daging dan
lalu menelannya bulat-bulat sementara tungkai depannya menahan tubuh
mangsanya. Untuk mangsa berukuran kecil hingga sebesar kambing, bisa
jadi dagingnya dihabiskan sekali telan. Isi perut mangsa yang berupa
tumbuhan biasanya dibiarkan tak disentuh. Air liur yang kemerahan dan
keluar dalam jumlah banyak amat membantu komodo dalam menelan mangsanya.
Meski demikian, proses menelan tetap memakan waktu yang panjang; 15–20
menit diperlukan untuk menelan seekor kambing. Komodo kadang-kadang
berusaha mempercepat proses menelan itu dengan menekankan daging bangkai
mangsanya ke sebatang pohon, agar karkas itu bisa masuk melewati
kerongkongannya. Dan kadang-kadang pula upaya menekan itu begitu keras
sehingga pohon itu menjadi rebah. Untuk menghindari agar tak tercekik
ketika menelan, komodo bernafas melalui sebuah saluran kecil di bawah
lidah, yang berhubungan langsung dengan paru-parunya. Rahangnya yang
dapat dikembangkan dengan leluasa, tengkoraknya yang lentur, dan
lambungnya yang dapat melar luar biasa memungkinkan komodo menyantap
mangsa yang besar, hingga sebesar 80% bobot tubuhnya sendiri dalam satu
kali makan.
Setelah makan, komodo menyeret tubuhnya yang kekenyangan mencari sinar
matahari untuk berjemur dan mempercepat proses pencernaan. Kalau tidak,
makanan itu dapat membusuk dalam perutnya dan meracuni tubuhnya sendiri.
Dikarenakan metabolismenya yang lamban, komodo besar dapat bertahan
dengan hanya makan 12 kali setahun atau kira-kira sekali sebulan.
Setelah daging mangsanya tercerna, komodo memuntahkan sisa-sisa tanduk,
rambut dan gigi mangsanya, dalam gumpalan-gumpalan bercampur dengan
lendir berbau busuk, gumpalan mana dikenal sebagai gastric pellet.
Setelah itu komodo menyapukan wajahnya ke tanah atau ke semak-semak
untuk membersihkan sisa-sisa lendir yang masih menempel; perilaku yang
menimbulkan dugaan bahwa komodo, sebagaimana halnya manusia, tidak
menyukai bau ludahnya sendiri.
Dalam kumpulan, komodo yang berukuran paling besar biasanya makan lebih
dahulu, diikuti yang berukuran lebih kecil menurut hirarki. Jantan
terbesar menunjukkan dominansinya melalui bahasa tubuh dan desisannya;
yang disambut dengan bahasa yang sama oleh jantan-jantan lain yang lebih
kecil untuk memperlihatkan pengakuannya atas kekuasaan itu.
Komodo-komodo yang berukuran sama mungkin akan berkelahi mengadu
kekuatan, dengan cara semacam gulat biawak, hingga salah satunya mengaku
kalah dan mundur; meskipun adakalanya yang kalah dapat terbunuh dalam
perkelahian dan dimangsa oleh si pemenang.
Mangsa biawak komodo amat bervariasi, mencakup aneka avertebrata, reptil
lain (termasuk pula komodo yang bertubuh lebih kecil), burungdan
telurnya, mamalia kecil, monyet, babi hutan, kambing, rusa, kuda, dan
kerbau. Komodo muda memangsa serangga, telur, cecak, dan mamalia kecil.
Kadang-kadang komodo juga memangsa manusia dan mayat yang digali dari
lubang makam yang dangkal.]Kebiasaan ini menyebabkan penduduk pulau
Komodo menghindari tanah berpasir dan memilih mengubur jenazah di tanah
liat, serta menutupi atasnya dengan batu-batu agar tak dapat digali
komodo. Ada pula yang menduga bahwa komodo berevolusi untuk
memangsagajah kerdil Stegodon yang pernah hidup di Flores. Komodo juga
pernah teramati ketika mengejutkan dan menakuti rusa-rusa betina yang
tengah hamil, dengan harapan agar keguguran dan bangkai janinnya dapat
dimangsa; suatu perilaku yang juga didapati pada predator besar di
Afrika.
Karena tak memiliki sekat rongga badan, komodo tak dapat menghirup air
atau menjilati air untuk minum (seperti kucing). Alih-alih, komodo
‘mencedok’ air dengan seluruh mulutnya, lalu mengangkat kepalanya agar
air mengalir masuk ke perutnya.
Bisa dan Bakteri Pada Komodo :
Pada akhir 2005, peneliti dari Universitas Melbourne, Australia, menyimpulkan bahwa biawak Perentie
(Varanus giganteus) dan biawak-biawak lainnya, serta kadal-kadal dari
suku Agamidae, kemungkinan memiliki semacam bisa. Selama ini diketahui
bahwa luka-luka akibat gigitan hewan-hewan ini sangat rawan infeksi
karena adanya bakteria yang hidup di mulut kadal-kadal ini, akan tetapi
para peneliti ini menunjukkan bahwa efek langsung yang muncul pada
luka-luka gigitan itu disebabkan oleh masuknya bisa berkekuatan
menengah. Para peneliti ini telah mengamati luka-luka di tangan manusia
akibat gigitan biawak Varanus varius, V. scalaris dan komodo, dan
semuanya memperlihatkan reaksi yang serupa: bengkak secara cepat dalam
beberapa menit, gangguan lokal dalam pembekuan darah, rasa sakit yang
mencekam hingga ke siku, dengan beberapa gejala yang bertahan hingga
beberapa jam kemudian. Sebuah kelenjar yang berisi bisa yang amat
beracun telah berhasil diambil dari mulut seekor komodo di Kebun
Binatang Singapura, dan meyakinkan para peneliti akan kandungan bisa
yang dipunyai komodo.
Di samping mengandung bisa, air liur komodo juga memiliki aneka bakteri mematikan di dalamnya; lebih dari 28 bakteri
Gram-negatif dan 29 Gram-positif telah diisolasi dari air liur ini. Bakteri-bakteri tersebut menyebabkan septikemia
pada korbannya; jika gigitan komodo tidak langsung membunuh mangsa dan
mangsa itu dapat melarikan diri, umumnya mangsa yang sial ini akan mati
dalam waktu satu minggu akibat infeksi. Bakteri yang paling mematikan di
air liur komodo agaknya adalah bakteri Pasteurella multocida
yang sangat mematikan; diketahui melalui percobaan dengan tikus
laboratorium. Karena komodo nampaknya kebal terhadap mikrobanya sendiri,
banyak penelitian dilakukan untuk mencari molekul antibakteri dengan
harapan dapat digunakan untuk pengobatan manusia.
Reproduksi
Musim kawin terjadi antara bulan Mei dan Agustus, dan telur komodo
diletakkan pada bulan September. Selama periode ini, komodo jantan
bertempur untuk mempertahankan betina dan teritorinya dengan cara
“bergulat” dengan jantan lainnya sambil berdiri di atas kaki
belakangnya. Komodo yang kalah akan terjatuh dan “terkunci” ke tanah.
Kedua komodo jantan itu dapat muntah atau buang air besar ketika bersiap
untuk bertempur. Pemenang pertarungan akan menjentikkan lidah
panjangnya pada tubuh si betina untuk melihat penerimaan sang betina.
Komodo betina bersifat antagonis dan melawan dengan gigi dan cakar
mereka selama awal fase berpasangan. Selanjutnya, jantan harus
sepenuhnya mengendalikan betina selama bersetubuh agar tidak terluka.
Perilaku lain yang diperlihatkan selama proses ini adalah jantan
menggosokkan dagu mereka pada si betina, garukan keras di atas punggung
dan menjilat. Kopulasi terjadi ketika jantan memasukan salah satu
hemipenisnya ke kloaka betina. Komodo dapat bersifat monogamus dan membentuk “pasangan,” suatu sifat yang langka untuk kadal.
Betina akan meletakkan telurnya di lubang tanah, mengorek tebing bukit atau gundukan sarang burung
gosong berkaki-jingga
yang telah ditinggalkan. Komodo lebih suka menyimpan telur-telurnya di
sarang yang telah ditinggalkan. Sebuah sarang komodo rata-rata berisi 20
telur yang akan menetas setelah 7–8 bulan. Betina berbaring di atas
telur-telur itu untuk mengerami dan melindunginya sampai menetas di
sekitar bulan April, pada akhir musim hujan ketika terdapat sangat
banyak serangga.
Proses penetasan adalah usaha melelahkan untuk anak komodo, yang keluar
dari cangkang telur setelah menyobeknya dengan gigi telur yang akan
tanggal setelah pekerjaan berat ini selesai. Setelah berhasil menyobek
kulit telur, bayi komodo dapat berbaring di cangkang telur mereka untuk
beberapa jam sebelum memulai menggali keluar sarang mereka. Ketika
menetas, bayi-bayi ini tak seberapa berdaya dan dapat dimangsa oleh
predator.
Komodo muda menghabiskan tahun-tahun pertamanya di atas pohon, tempat
mereka relatif aman dari predator, termasuk dari komodo dewasa yang
kanibal, yang sekitar 10% dari makanannya adalah biawak-biawak muda yang
berhasil diburu. Komodo membutuhkan tiga sampailimatahun untuk menjadi
dewasa, dan dapat hidup lebih dari 50 tahun.
Di samping proses reproduksi yang normal, terdapat beberapa contoh kasus
komodo betina menghasilkan anak tanpa kehadiran pejantan (
partenogenesis), fenomena yang juga diketahui muncul pada beberapa spesies reptil lainnya seperti pada Cnemidophorus.
Partenogenesis :
Sungai, seekor komodo di Kebun Binatang London, telah bertelur pada awal
tahun 2006 setelah dipisah dari jantan selama lebih dari dua tahun.
Ilmuwan pada awalnya mengira bahwa komodo ini dapat menyimpan sperma
beberapa lama hasil dari perkawinan dengan komodo jantan di waktu
sebelumnya, suatu adaptasi yang dikenal dengan istilah superfekundasi.
Pada tanggal 20 Desember 2006, dilaporkan bahwa Flora, komodo yang hidup
di Kebun Binatang Chester, Inggris adalah komodo kedua yang diketahui
menghasilkan telur tanpa fertilisasi(pembuahan dari perkawinan): ia
mengeluarkan 11 telur, dan 7 di antaranya berhasil menetas. Peneliti
dari Universitas Liverpool di Inggris utara melakukan tes genetika pada
tiga telur yang gagal menetas setelah dipindah ke inkubator, dan
terbukti bahwa Flora tidak memiliki kontak fisik dengan komodo jantan.
Setelah temuan yang mengejutkan ini, pengujian lalu dilakukan terhadap
telur-telur Sungai dan mendapatkan bahwa telur-telur itupun dihasilkan
tanpa pembuahan dari luar.
Komodo memiliki sistem penentuan seks kromosomal ZW, bukan sistem
penentuan seks XY. Keturunan Flora yang berkelamin jantan, menunjukkan
terjadinya beberapa hal. Yalah bahwa telur Flora yang tidak dibuahi
bersifat haploid pada mulanya dan kemudian menggandakan kromosomnya
sendiri menjadi diploid; dan bahwa ia tidak menghasilkan telur diploid,
sebagaimana bisa terjadi jika salah satu proses pembelahan-reduksi
meiosis pada ovariumnya gagal. Ketika komodo betina (memiliki kromosom
seks ZW) menghasilkan anak dengan cara ini, ia mewariskan hanya salah
satu dari pasangan-pasangan kromosom yang dipunyainya, termasuk satu
dari dua kromosom seksnya. Satu set kromosom tunggal ini kemudian
diduplikasi dalam telur, yang berkembang secara partenogenetika. Telur
yang menerima kromosom Z akan menjadi ZZ (jantan); dan yang menerima
kromosom W akan menjadi WW dan gagal untuk berkembang.
Diduga bahwa adaptasi reproduktif semacam ini memungkinkan seekor hewan
betina memasuki sebuah relung ekologi yang terisolasi (seperti halnya
pulau) dan dengan cara partenogenesis kemudian menghasilkan keturunan
jantan. Melalui perkawinan dengan anaknya itu di saat yang berikutnya
hewan-hewan ini dapat membentuk populasi yang bereproduksi secara
seksual, karena dapat menghasilkan keturunan jantan dan betina. Meskipun
adaptasi ini bersifat menguntungkan, kebun binatang perlu waspada
kerena partenogenesis mungkin dapat mengurangi keragaman genetika.
Pada 31 Januari 2008, Kebun Binatang Sedgwick County di Wichita, Kansas
menjadi kebun binatang yang pertama kali mendokumentasi partenogenesis
pada komodo di Amerika. Kebun binatang ini memiliki dua komodo betina
dewasa, yang salah satu di antaranya menghasilkan 17 butir telur pada
19-20 Mei 2007. Hanya dua telur yang diinkubasi dan ditetaskan karena
persoalan ketersediaan ruang; yang pertama menetas pada 31 Januari 2008,
diikuti oleh yang kedua pada 1 Februari. Kedua anak komodo itu
berkelamin jantan.
Evolusi Komodo :
Perkembangan evolusi komodo dimulai dengan marga Varanus, yang muncul di
Asia sekitar 40 juta tahun yang silam dan lalu bermigrasi keAustralia.
Sekitar 15 juta tahun yang lalu, pertemuan lempeng benua Australia dan
Asia Tenggara memungkinkan para biawak bergerak menuju wilayah yang
dikenal sebagai Indonesia sekarang. Komodo diyakini berevolusi dari
nenek-moyang Australianya pada sekitar 4 juta tahun yang lampau, dan
meluaskan wilayah persebarannya ke timur hingga sejauh Timor.
Perubahan-perubahan tinggi muka laut semenjakzaman Es telah menjadikan
agihan komodo terbatas pada wilayah sebarannya yang sekarang.
Komodo dan manusia :
Komodo pertama kali didokumentasikan oleh orang Eropa pada tahun 1910.
Namanya meluas setelah tahun 1912, ketika Peter Ouwens, direktur Museum
Zoologi di Bogor, menerbitkan paper tentang komodo setelah menerima foto
dan kulit reptil ini. Nantinya, komodo adalah faktor pendorong
dilakukannya ekspedisi ke pulau Komodo oleh W. Douglas Burden pada tahun
1926. Setelah kembali dengan 12 spesimen yang diawetkan dan 2 ekor
komodo hidup, ekspedisi ini memberikan inspirasi untuk film King Kong
tahun 1933. W. Douglas Burden adalah orang yang pertama memberikan nama
“Komodo dragon” kepada hewan ini. Tiga dari spesimen komodo yang
diperolehnya dibentuk kembali menjadi hewan pajangan dan hingga kini
masih disimpan diMuseum Sejarah Alam Amerika.
Penelitian Komodo :
Orang Belanda, karena menyadari berkurangnya jumlah hewan ini di alam
bebas, melarang perburuan komodo dan membatasi jumlah hewan yang diambil
untuk penelitian ilmiah. Ekspedisi komodo terhenti semasa Perang Dunia
II, dan tak dilanjutkan sampai dengan tahun 1950an dan ‘60an tatkala
dilakukan penelitian-penelitian terhadap perilaku makan, reproduksi dan
temperatur tubuh komodo. Pada tahun-tahun itu, sebuah ekspedisi yang
lain dirancang untuk meneliti komodo dalam jangka panjang. Tugas ini
jatuh ke tangan keluarga Auffenberg, yang kemudian tinggal selama 11
bulan di Pulau Komodo di tahun 1969. Selama masa itu, Walter Auffenberg
dan Putra Sastrawan sebagai asistennya, berhasil menangkap dan menandai
lebih dari 50 ekor komodo. Hasil ekspedisi ini ternyata sangat
berpengaruh terhadap meningkatnya penangkaran komodo.
Penelitian-penelitian yang berikutnya kemudian memberikan gambaran yang
lebih terang dan jelas mengenai sifat-sifat alami komodo, sehingga para
biolog seperti halnya Claudio Ciofi dapat melanjutkan kajian yang lebih
mendalam.
Konservasi Komodo :
Biawak komodo merupakan spesies yang rentan terhadap kepunahan, dan dikatagorikan sebagai spesies Rentan dalam daftar IUCN Red List.
Sekitar 4.000–5.000 ekor komodo diperkirakan masih hidup di alam liar.
Populasi ini terbatas menyebar di pulau-pulau Rinca (1.300 ekor), Gili
Motang (100), Gili Dasami (100), Komodo (1.700), dan Flores (mungkin
sekitar 2.000 ekor). Meski demikian, ada keprihatinan mengenai populasi
ini karena diperkirakan dari semuanya itu hanya tinggal 350 ekor betina
yang produktif dan dapat berbiak. Bertolak dari kekhawatiran ini, pada
tahun 1980 Pemerintah Indonesia menetapkan berdirinya Taman Nasional
Komodo untuk melindungi populasi komodo dan ekosistemnya di beberapa
pulau termasuk Komodo, Rinca, dan Padar.
Belakangan ditetapkan pula Cagar Alam Wae Wuul dan Wolo Tado di Pulau
Flores untuk membantu pelestarian komodo. Namun pada sisi yang lain, ada
bukti-bukti yang menunjukkan bahwa komodo, setidaknya sebagian, telah
terbiasa pada kehadiran manusia. Komodo-komodo ini terbiasa diberi makan
karkas hewan ternak, sebagai atraksi untuk menarik turis pada beberapa
lokasi kunjungan.
Aktivitas vulkanis, gempa bumi, kerusakan habitat, kebakaran (populasi
komodo di Pulau Padar hampir punah karena kebakaran alami, berkurangnya
mangsa, meningkatnya pariwisata, dan perburuan gelap; semuanya
menyumbang pada status rentan yang disandang komodo. CITES (the
Convention on International Trade in Endangered Species) telah
menetapkan bahwa perdagangan komodo, kulitnya, dan produk-produk lain
dari hewan ini adalah ilegal.
Meskipun jarang terjadi, komodo diketahui dapat membunuh manusia. Pada
tanggal 4 Juni 2007, seekor komodo diketahui menyerang seorang anak
laki-laki berumur delapan tahun. Anak ini kemudian meninggal karena
perdarahan berat dari luka-lukanya. Ini adalah catatan pertama mengenai
serangan yang berakibat kematian pada 33 tahun terakhir.
Penangkaran Komodo :
Telah semenjak lama komodo menjadi tontonan yang menarik di berbagai
kebun binatang, terutama karena ukuran tubuh dan reputasinya yang
membuatnya begitu populer. Meski demikian hewan ini jarang dipunyai
kebun binatang, karena komodo rentan terhadap infeksi dan penyakit
akibat parasit, serta tak mudah berkembang biak.
Komodo yang pertama dipertontonkan adalah pada Kebun Binatang
Smithsonian di tahun 1934, namun hewan ini hanya bertahan hidup selama
dua tahun. Upaya-upaya untuk memelihara reptil ini terus dilanjutkan,
namun usia binatang ini dalam tangkaran tak begitu panjang, rata-rata
hanya 5 tahun di kebun binatang tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh
Walter Auffenberg di atas, yang hasilnya kemudian diterbitkan sebagai
buku The Behavioral Ecology of the Komodo Monitor, pada akhirnya
memungkinkan pemeliharaan dan pembiakan satwa langka ini di penangkaran.
Telah teramati bahwa banyak individu komodo yang dipelihara
memperlihatkan perilaku yang jinak untuk jangka waktu tertentu.
Dilaporkan pada banyak kali kejadian, bahwa para pawang berhasil membawa
keluar komodo dari kandangnya untuk berinteraksi dengan pengunjung,
termasuk pula anak-anak di antaranya, tanpa akibat yang membahayakan
pengunjung. Komodo agaknya dapat mengenali orang satu persatu. Ruston
Hartdegen dari Kebun Binatang Dallas melaporkan bahwa komodo-komodo yang
dipeliharanya bereaksi berbeda apabila berhadapan dengan pawang yang
biasa memeliharanya, dengan pawang lain yang kurang lebih sudah dikenal,
atau dengan pawang yang sama sekali belum dikenal.
Penelitian terhadap komodo peliharaan membuktikan bahwa hewan ini senang
bermain. Suatu kajian mengenai komodo yang mau mendorong sekop yang
ditinggalkan oleh pawangnya, nyata-nyata memperlihatkan bahwa hewan itu
tertarik pada suara yang ditimbulkan sekop ketika menggeser sepanjang
permukaan yang berbatu. Seekor komodo betina muda di Kebun Binatang
Nasional di Washington, D.C.senang meraih dan mengguncangkan aneka benda
termasuk patung-patung, kaleng-kaleng minuman, lingkaran plastik, dan
selimut. Komodo ini pun senang memasuk-masukkan kepalanya ke dalam
kotak, sepatu, dan aneka obyek lainnya. Komodo tersebut bukan tak bisa
membedakan benda-benda tadi dengan makanan; ia baru memakannya apabila
benda-benda tadi dilumuri dengan darah tikus. Perilaku bermain-main ini
dapat diperbandingkan dengan perilaku bermain mamalia.
Catatan lain mengenai kesenangan bermain komodo didapat dari Universitas
Tennessee. Seekor komodo muda yang diberi nama “Kraken” bermain dengan
gelang-gelang plastik, sepatu, ember, dan kaleng, dengan cara
mendorongnya, memukul-mukulnya, dan membawanya dengan mulutnya. Kraken
memperlakukan benda-benda itu berbeda dengan apa yang menjadi
makanannya, mendorong Gordon Burghardt –peneliti– menyimpulkan bahwa
hewan-hewan ini telah mementahkan pandangan bahwa permainan semacam itu
adalah “perilaku predator bermotif-pemangsaan”.
Komodo yang nampak jinak sekalipun dapat berperilaku agresif secara tak
terduga, khususnya apabila teritorinya dilanggar oleh seseorang yang tak
dikenalnya. Pada bulan Juni 2001, serangan seekor komodo menimbulkan
luka-luka serius pada Phil Bronstein — editor eksekutif harian San
Francisco Chronicle dan bekas suami Sharon Stone, seorang aktris Amerika
terkenal — ketika ia memasuki kandang binatang itu atas undangan
pawangnya. Bronstein digigit komodo itu di kakinya yang telanjang,
setelah si pawang menyarankannya agar membuka sepatu putihnya, yang
dikhawatirkan bisa memancing perhatian si komodo. Meski pria itu
berhasil lolos, namun ia membutuhkan pembedahan untuk menyambung kembali
tendon ototnya yang terluka.