Sejarah Lembah Harau
23.23.00 |
|Kabupaten Lima Puluh Kota kaya akan potensi objek wisata diantaranya yang dapat dijual untuk menarik kunjungan wisatawan ke Kabupaten Lima Puluh Kota diantaranya jenis objek Wisata Alam (33 objek) , Wisata Budaya (6 Objek), Wisata Sejarah (9 Objek) dan Wisata Arkeologi (4 Objek). Dan berdasarkan tujuan berwisata, dari klasifikasi yang ada, Kabupaten Lima Puluh Kota memiliki 4 (empat) kategori yakni : Pariwisata untuk menikmati perjalanan (7 objek), Pariwisata untuk Rekreasi (24 Objek), Pariwisata untuk kebudayaan (19 objek) dan pariwisata untuk olahraga (2 objek). Lembah Harau adalah objek wisata alam andalan di Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatera Barat. Lembah Harau suatu lembah yang subur terletak di Kecamatan Harau, Kabupaten Lima Puluh Kota. Berada ± 138 Km dari Padang ± dan 47 Km dari Bukittinggi dan sekitar ± 18 Km dari Kota Payakumbuh dan ±2 Km dari Pusat Pemerintahan Kabupaten Lima Puluh Kota. Dilingkungi batu pasir yang terjal berwarna-warni, dengan ketinggian 100 sampai 500 meter.

Memasuki lembah harau, mata akan
dimanjakan suasana alam pengunungan yang luar biasa apalagi dengan
pemandangan 5 buah air terjun ( sarasah ) yang sangat besar dengan
ketinggian ± 100 meter yang. Luar biasa indah seperti cerita di dalam
sorga yang dilalui oleh empat buah sungai yang jernih.
Lembah Harau sangat terkenal, dan
dipercaya oleh penduduk setempat apabila turun pelangi maka para
bidadari turun dari kayangan untuk mandi-mandi di keempat sarah tersebut
( sarah aie luluih, sarasah bunta, sarasah murai dan sarasah aka
barayun ). Bahkan pada tahun 2008 lalu, kabarnya , kamera HP milik
seorang mahasiswa yang sedang berwisata ke lembah Harau pernah
menangkap gambar rombongan bidadari mandi berbaju putih dan coklat,
melayang di air terjun. Saat ini foto tersebut tersimpan pada kamera HP
para pedagang disekitar air terjun sarasah bunta.
Asal Usul Nama Harau
Pada awalnya nama Harau berasal dari
kata “Orau”. Penduduk asal tinggal di atas Bukit Jambu, dikarenakan
daerah tempat tinggal penduduk tersebut sering banjir dan Bukit Jambu
juga sering runtuh yang menimbulkan kegaduhan dan kepanikan penduduk
setempat sehingga penduduk sering berteriak histeris akibat runtuhnya
Bukit Jambu tersebut dan menimbulkan suara “parau” bagi penduduk yang
sering berteriak histeris tersebut. Dengan cirri-ciri suara penduduk
yang banyak “parau” didengar oleh masyarakat sekitarnya maka daerah
tersebut dinamakan “orau” dan kemudian berubah nama menjadi Arau, sampai
akhirnya menjadi Harau.
Prasasti Lembah Harau Menurut prasati
yang masih terdapat di sekitar air terjun Sarasah Bunta, areal ini mulai
dibuka tanggal 14 Agustus 1926 oleh Assisten Residen Lima Puluh Kota
yang bernama J.H.G Boissevain, dengan E. Rinner bernama B.O.Werken
bersama Tuanku Lareh Sarilamak yang bernama Rasyad Dt. Kuniang nan Hitam
dan assisten Demang yang bernama Janaid Dt. Kodo Nan Hitam. Untuk
pertama kalinya Assisten Residen terpesona, kaget dan terkesima sembari
berdecak kagum untuk melantunkan rasa kagum dan tiada taranya melihat
keadaan alam Lembah “orau” sambil berdecak “Hemel,hemel…….(Indah,
mempesona seperti sorga) dalam bahasa Belanda.
Dengan terkesimanya Assisten Residen
tersebut terhadap keindahan lembah sempit yang diapit oleh terjalnya
bukit batu di kiri kanannya maka dibuatlah prasasti dari batu marmar
yang dipahatkan pada salah satu dinding sarasahnya yakni “Sarasah
Bunta” pada tanggal 14 Agustus 1926, sehingga sejak waktu tersebut
terkenallaah lembah sempit tersebut sampai ke Negara Belanda dengan nama
“Hemel Arau” (Sorga Arau) dan kemudian disingkat dengan Harau.
0 komentar:
Posting Komentar