Tempat Wisata di Kalimantan Barat

Kalimantan Barat merupakan salah satu propinsi di ujung barat pulau Borneo yang masih terkenal akan keaneka ragaman flora dan faunanya, sebut saja hewan endemic dari Kalimantan yaitu Orang utan yang masih bisa kita temui di hutan hujan tropisnya. selain itu Kalimantan barat juga dikenal sebagai provinsi “Seribu Sungai”. Julukan ini selaras dengan kondisi geografis yang mempunyai ratusan sungai besar dan kecil yang diantaranya dapat dan sering dilayari. Beberapa sungai besar sampai saat ini masih merupakan urat nadi dan jalur utama untuk angkutan daerah pedalaman, walaupun prasarana jalan darat telah dapat menjangkau sebagian besar kecamatan. Kalimantan Barat juga merupakan salahsatu propinsi yang dilalui garis khatulistiwa tepatnya melewati ibukotanya yaitu Pontianak. Oleh karena itu di Propinsi ini banyak sekali terdapat tempat-tempat wisata menarik yang patut untuk kalian kunjungi, sekaligus juga bisa di jadikan sebagai rumah belajar bagi para pecinta alam.

1.Tugu khatulistiwa


Tugu Khatulistiwa atau Equator Monument berada di Jalan Khatulistiwa, Pontianak Utara, Propinsi Kalimantan Barat. Lokasinya berada sekitar 3 km dari pusat Kota Pontianak, ke arah kota Mempawah. Tugu ini menjadi salah satu ikon wisata Kota Pontianak dan selalu dikunjungi masyarakat, khususnya wisatawan yang datang ke Kota Pontianak. Sejarah mengenai pembangunan tugu ini dapat dibaca pada catatan yang terdapat di dalam gedung. Saat yang tepat untuk mengunjungi tugu hatulistiwa ini adalah pada tanggal 21 – 23 Maret atau 21 – 23 September. Pada saat itu, terjadi fenomena alam di mana matahari berada tepat di atas garis khatulistiwa sehingga semua benda yang berada di atas garis ini tidak akan memiliki bayangan.

 2.Sungai Kapuas
Sungai terpanjang di Indonesia ini adalah nadi kehidupan rakyat Kalimantan Barat, sehingga jika anda menjelajahi sungai ini, maka anda akan semakin mengenal kehidupan masyarakat di provinsi ini. Menjelajahi sungai ini bisa dimulai dengan naik kapal wisata selama 45 menit di dalam kota Pontianak, hingga menyewa kapal tradisional yang akan mengantar anda menjelajahi sungai ini hingga perhuluannya di Kab. Kapuas Hulu.

3.Rumah Radakng
 Merupakan rumah khas suku Dayak, Rumah Radakng, Rumah Betang atau Rumah Panjang merupakan objek yang wajib dikunjungi jika bertandang ke Kal-Bar. Mulai dari rumah betang yang masih tradisional di Kampung Saham Kab. Landak hingga rumah radakng modern di kota Pontianak bisa dijadikan pilihan anda untuk mengenal kehidupan sehari-hari orang Dayak.




4.Pulau Randayan

Pulau kecil ini dikenal akan keindahan panorama batu-batu karang, berbagai jenis ikan tropis serta kehidupan laut sekitarnya. Tersedia villa-villa kecil menghadap ke laut indah nan menghijau. Memakan waktu 2 jam dengan mengendarai speed boat dari Pantai Pasir Panjang.

 




5.Pantai Temajuk

Merasakan eksotisme pantai perawan di perbatasan Indonesia dan Malaysia pasti akan menjadi kenangan tak terlupakan. Perjalanan yang jauh dan melelahkan ke desa terpencil di Kec. Paloh, Kab. Sambas ini akan terbayar ketika melihat birunya laut, dan putihnya pasir pantai Temajuk. Pantai ini hanya berjarak 4 Km dari border Indonesia-Malaysia, dan anda dapat menuju kesana untuk merasakan kehidupan di titik terdepan negeri ini, atau sekedar berfoto dengan latar belakang bendera dua negara.

6.Pulau Selimpai

Masih di Kab. Sambas, Pulau Selimpai adalah pulau yang terpisah dari daratan utama oleh sebuah sungai. Pulau ini berbatasan langsung dengan laut Natuna, dan menawarkan pantai pasir putih dan jajaran hutan pinus. Pulau ini juga menjadi tempat penyu bertelur dan terdapat bekas penangkaran penyu. Dengan medan yang masih lebih mudah dari pantai Temajuk, pantai ini bisa menjadi alternatif bagi anda yang ingin menikmati pantai eksotis yang perawan di utara Kal-Bar.

7.Air Terjun Mananggar

Bukan, Air terjun ini bukan Niagara di Amerika sana. Air terjun ini terletak di Kec. Serimbu, Kab. Landak sekitar 5 Jam perjalanan darat dari Pontianak. Menawarkan air terjun yang masih alami di tengah rimba Kalimantan, maka anda akan merasakan pengalaman tak terlupakan disini. Berinteraksi dengan masyarakat Dayak di sekitar air terjun juga akan memperkaya pengetahuan budaya anda.


8.Taman Nasional Danau Sentarum

 Taman Nasional Danau Sentarum adalah taman nasional yang terletak di Kab. Kapuas Hulu. Perjalanan ke kabupatan ini dapat ditempuh satu hari perjalanan jalur darat dari Pontianak, atau 45 menit melalui jalur udara. Danau Sentarum merupakan danau penampung air hujan. Dikala musim penghujan, maka danau ini akan pasang, dan menggenangi pepohonan disana. Dikala musim kemarau, air mengering dan membuat areal danau seolah menjadi padang Sabana. Danau ini merupakan habitat Ikan Arwana dan merupakan daerah lingkup perhuluan sungai Kapuas.

8.Bukit Kelam

 Bukit Kelam adalah bukit batu yang terletak di Kab. Sintang. Dapat ditempuh sekitar 9 Jam perjalanan darat dari Pontianak. Batu ini kabarnya merupakan batuan monolit terbesar di dunia, lebih besar dari Uluru di Australia. Di kaki bukit ini, terdapat tempat ziarah jalan salib untuk agama Katolik. Mendaki bukit ini merupakan sesuatu yang menantang, dan cocok untuk mereka yang suka dengan olahraga panjat tebing.

Sejarah pulau Komodo

Sejarah Pulau Komodo di Kepulauan Nusa Tenggara, Indonesia

Pulau Komodo, Indonesia :

Komodo Island
Pulau Komodo adalah sebuah pulau yang terletak di Kepulauan Nusa Tenggara. Pulau Komodo dikenal sebagai habitat asli hewan komodo. Pulau ini juga merupakan kawasan Taman Nasional Komodo yang dikelola oleh Pemerintah Pusat. Pulau Komodo berada di sebelah timur Pulau Sumbawa, yang dipisahkan oleh Selat Sape.

Secara administratif, pulau ini termasuk wilayah Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Pulau Komodo merupakan ujung paling barat Provinsi Nusa Tenggara Timur, berbatasan dengan Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Di Pulau Komodo, hewan komodo hidup dan berkembang biak dengan baik. Hingga Agustus 2009, di pulau ini terdapat sekitar 1300 ekor komodo. Ditambah dengan pulau lain, seperti Pulau Rinca dan dan Gili Motang, jumlah mereka keseluruhan mencapai sekitar 2500 ekor. Ada pula sekitar 100 ekor komodo di Cagar Alam Wae Wuul di daratan Pulau Flores tapi tidak termasuk wilayah Taman Nasional Komodo.

Selain komodo, pulau ini juga menyimpan eksotisme flora yang beragam kayu sepang yang oleh warga sekitar digunakan sebagi obat dan bahan pewarna pakaian, pohon nitak ini atau sterculia oblongata di yakini berguna sebagai obat dan bijinya gurih dan enak seperti kacang polong.

Pulau Komodo juga diterima sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO, karena dalam wilayah Taman Nasional Komodo, bersama dengan Pulau Rinca, Pulau Padar dan Gili Motang.


Sejarah Pulau : 

Pada tahun 1910 orang Belanda menamai pulau di sisi selatan Provinsi Nusa Tenggara Timur ini dengan julukan Pulau Komodo. Cerita ini berawal dari Letnan Steyn van Hens Broek yang mencoba membuktikan laporan pasukan Belanda tentang adanya hewan besar menyerupai naga di pulau tersebut. Steyn lantas membunuh seekor komodo tersebut dan membawa dokumentasinya ke Museum and Botanical Garden di Bogor untuk diteliti.

Tahun 2009, Taman Nasional Komodo dinobatkan menjadi finalis "New Seven Wonders of Nature" yang baru diumumkan pada tahun 2010 melalui voting secara online di www.N7W.com.Pada tanggal 11 November 2011, New 7 Wonders telah mengumumkan pemenang sementara, dan Taman Nasional Komodo masuk kedalam jajaran pemenang tersebut bersama dengan, Hutan Amazon, Teluk Halong, Air Terjun Iguazu, Pulau Jeju, Sungai Bawah Tanah Puerto Princesa, dan Table Mountain. Taman Nasional Komodo mendapatkan suara terbanyak .


Tentang Komodo :

 

Kerajaan: Animalia
Filum: Chordata
Kelas: Reptilia
Ordo: Squamata
Upaordo: Autarchoglossa
Famili: Varanidae
Genus: Varanus
Spesies: Varanus. komodoensis



  Komodo, atau yang selengkapnya disebut biawak komodo (Varanus komodoensis), adalah spesies kadal terbesar di dunia yang hidup di pulau Komodo, Rinca, Flores, Gili Motang, dan Gili Dasami di Nusa Tenggara. Biawak ini oleh penduduk asli pulau Komodo juga disebut dengan nama setempat ora.
Termasuk anggota famili biawak Varanidae, dan klad Toxicofera, komodo merupakan kadal terbesar di dunia, dengan rata-rata panjang 2-3 m. Ukurannya yang besar ini berhubungan dengan gejala gigantisme pulau, yakni kecenderungan meraksasanya tubuh hewan-hewan tertentu yang hidup di pulau kecil terkait dengan tidak adanya mamalia karnivora di pulau tempat hidup komodo, dan laju metabolisme komodo yang kecil. Karena besar tubuhnya, kadal ini menduduki posisi predator puncak yang mendominasi ekosistem tempatnya hidup.
Komodo ditemukan oleh peneliti barat tahun 1910. Tubuhnya yang besar dan reputasinya yang mengerikan membuat mereka populer di kebun binatang. Habitat komodo di alam bebas telah menyusut akibat aktivitas manusia dan karenanya IUCN memasukkan komodo sebagai spesies yang rentan terhadap kepunahan. Biawak besar ini kini dilindungi di bawah peraturan pemerintah Indonesia dan sebuah taman nasional, yaitu Taman Nasional Komodo, didirikan untuk melindungi mereka.

Anatomi & Morfologi Komodo :

Di alam bebas, komodo dewasa biasanya memiliki massasekitar 70 kilogram, namun komodo yang dipelihara di penangkaran sering memiliki bobot tubuh yang lebih besar. Spesimen liar terbesar yang pernah ada memiliki panjang sebesar 3.13 meter dan berat sekitar 166 kilogram, termasuk berat makanan yang belum dicerna di dalam perutnya. Meski komodo tercatat sebagai kadal terbesar yang masih hidup, namun bukan yang terpanjang. Reputasi ini dipegang oleh biawak Papua (Varanus salvadorii). Komodo memiliki ekor yang sama panjang dengan tubuhnya, dan sekitar 60 buah gigi yang bergerigi tajam sepanjang sekitar 2.5 cm, yang kerap diganti. Air liur komodo sering kali bercampur sedikit darah karena giginya hampir seluruhnya dilapisi jaringan gingiva dan jaringan ini tercabik selama makan. Kondisi ini menciptakan lingkungan pertumbuhan yang ideal untuk bakteri mematikan yang hidup di mulut mereka. Komodo memiliki lidah yang panjang, berwarna kuning dan bercabang. Komodo jantan lebih besar daripada komodo betina, dengan warna kulit dari abu-abu gelap sampai merah batu bata, sementara komodo betina lebih berwarna hijau buah zaitun, dan memiliki potongan kecil kuning pada tenggorokannya. Komodo muda lebih berwarna, dengan warna kuning, hijau dan putih pada latar belakang hitam.

Fisiologi Komodo :

Komodo tak memiliki indera pendengaran, meski memiliki lubang telinga. Biawak ini mampu melihat hingga sejauh 300 m, namun karena retinanya hanya memiliki sel kerucut, hewan ini agaknya tak begitu baik melihat di kegelapan malam. Komodo mampu membedakan warna namun tidak seberapa mampu membedakan obyek yang tak bergerak. Komodo menggunakan lidahnya untuk mendeteksi rasa dan mencium stimuli, seperti reptil lainnya, dengan indera vomeronasal memanfaatkan organ Jacobson, suatu kemampuan yang dapat membantu navigasi pada saat gelap. Dengan bantuan angin dan kebiasaannya menelengkan kepalanya ke kanan dan ke kiri ketika berjalan, komodo dapat mendeteksi keberadaan daging bangkai sejauh 4—9.5 kilometer. Lubang hidung komodo bukan merupakan alat penciuman yang baik karena mereka tidak memiliki sekat rongga badan. Hewan ini tidak memiliki indra perasa di lidahnya, hanya ada sedikit ujung-ujung saraf perasa di bagian belakang tenggorokan.
Sisik-sisik komodo, beberapa di antaranya diperkuat dengan tulang, memiliki sensor yang terhubung dengan saraf yang memfasilitasi rangsang sentuhan. Sisik-sisik di sekitar telinga, bibir, dagu dan tapak kaki memiliki tiga sensor rangsangan atau lebih.

Komodo pernah dianggap tuli ketika penelitian mendapatkan bahwa bisikan, suara yang meningkat dan teriakan ternyata tidak mengakibatkan agitasi (gangguan) pada komodo liar. Hal ini terbantah kemudian ketika karyawan Kebun Binatang London ZSL, Joan Proctor melatih biawak untuk keluar makan dengan suaranya, bahkan juga ketika ia tidak terlihat oleh si biawak.


Ekologi, Perilaku & Cara Hidup Komodo :  

Komodo secara alami hanya ditemui di Indonesia, di pulau Komodo, Floresdan Rinca dan beberapa pulau lainnya di Nusa Tenggara. Hidup di padang rumput kering terbuka, sabana dan hutan tropis pada ketinggian rendah, biawak ini menyukai tempat panas dan kering ini. Mereka aktif pada siang hari, walaupun kadang-kadang aktif juga pada malam hari. Komodo adalah binatang yang penyendiri, berkumpul bersama hanya pada saat makan dan berkembang biak. Reptil besar ini dapat berlari cepat hingga 20 kilometer per jam pada jarak yang pendek; berenang dengan sangat baik dan mampu menyelam sedalam 4.5 meter; serta pandai memanjat pohon menggunakan cakar mereka yang kuat. Untuk menangkap mangsa yang berada di luar jangkauannya, komodo dapat berdiri dengan kaki belakangnya dan menggunakan ekornya sebagai penunjang. Dengan bertambahnya umur, komodo lebih menggunakan cakarnya sebagai senjata, karena ukuran tubuhnya yang besar menyulitkannya memanjat pohon.

Untuk tempat berlindung, komodo menggali lubang selebar 1–3 meter dengan tungkai depan dan cakarnya yang kuat. Karena besar tubuhnya dan kebiasaan tidur di dalam lubang, komodo dapat menjaga panas tubuhnya selama malam hari dan mengurangi waktu berjemur pada pagi selanjutnya. Komodo umumnya berburu pada siang hingga sore hari, tetapi tetap berteduh selama bagian hari yang terpanas. Tempat-tempat sembunyi komodo ini biasanya berada di daerah gumuk atau perbukitan dengan semilir angin laut, terbuka dari vegetasi, dan di sana-sini berserak kotoran hewan penghuninya. Tempat ini umumnya juga merupakan lokasi yang strategis untuk menyergap rusa.
Perilaku makan

Komodo adalah hewan karnivora. Walaupun mereka kebanyakan makan daging bangkai, penelitian menunjukkan bahwa mereka juga berburu mangsa hidup dengan cara mengendap-endap diikuti dengan serangan tiba-tiba terhadap korbannya. Ketika mangsa itu tiba di dekat tempat sembunyi komodo, hewan ini segera menyerangnya pada sisi bawah tubuh atau tenggorokan. Komodo dapat menemukan mangsanya dengan menggunakan penciumannya yang tajam, yang dapat menemukan binatang mati atau sekarat pada jarak hingga 9,5 kilometer.
Reptil purba ini makan dengan cara mencabik potongan besar daging dan lalu menelannya bulat-bulat sementara tungkai depannya menahan tubuh mangsanya. Untuk mangsa berukuran kecil hingga sebesar kambing, bisa jadi dagingnya dihabiskan sekali telan. Isi perut mangsa yang berupa tumbuhan biasanya dibiarkan tak disentuh. Air liur yang kemerahan dan keluar dalam jumlah banyak amat membantu komodo dalam menelan mangsanya. Meski demikian, proses menelan tetap memakan waktu yang panjang; 15–20 menit diperlukan untuk menelan seekor kambing. Komodo kadang-kadang berusaha mempercepat proses menelan itu dengan menekankan daging bangkai mangsanya ke sebatang pohon, agar karkas itu bisa masuk melewati kerongkongannya. Dan kadang-kadang pula upaya menekan itu begitu keras sehingga pohon itu menjadi rebah. Untuk menghindari agar tak tercekik ketika menelan, komodo bernafas melalui sebuah saluran kecil di bawah lidah, yang berhubungan langsung dengan paru-parunya. Rahangnya yang dapat dikembangkan dengan leluasa, tengkoraknya yang lentur, dan lambungnya yang dapat melar luar biasa memungkinkan komodo menyantap mangsa yang besar, hingga sebesar 80% bobot tubuhnya sendiri dalam satu kali makan.

Setelah makan, komodo menyeret tubuhnya yang kekenyangan mencari sinar matahari untuk berjemur dan mempercepat proses pencernaan. Kalau tidak, makanan itu dapat membusuk dalam perutnya dan meracuni tubuhnya sendiri. Dikarenakan metabolismenya yang lamban, komodo besar dapat bertahan dengan hanya makan 12 kali setahun atau kira-kira sekali sebulan. Setelah daging mangsanya tercerna, komodo memuntahkan sisa-sisa tanduk, rambut dan gigi mangsanya, dalam gumpalan-gumpalan bercampur dengan lendir berbau busuk, gumpalan mana dikenal sebagai gastric pellet. Setelah itu komodo menyapukan wajahnya ke tanah atau ke semak-semak untuk membersihkan sisa-sisa lendir yang masih menempel; perilaku yang menimbulkan dugaan bahwa komodo, sebagaimana halnya manusia, tidak menyukai bau ludahnya sendiri.

Dalam kumpulan, komodo yang berukuran paling besar biasanya makan lebih dahulu, diikuti yang berukuran lebih kecil menurut hirarki. Jantan terbesar menunjukkan dominansinya melalui bahasa tubuh dan desisannya; yang disambut dengan bahasa yang sama oleh jantan-jantan lain yang lebih kecil untuk memperlihatkan pengakuannya atas kekuasaan itu. Komodo-komodo yang berukuran sama mungkin akan berkelahi mengadu kekuatan, dengan cara semacam gulat biawak, hingga salah satunya mengaku kalah dan mundur; meskipun adakalanya yang kalah dapat terbunuh dalam perkelahian dan dimangsa oleh si pemenang.

Mangsa biawak komodo amat bervariasi, mencakup aneka avertebrata, reptil lain (termasuk pula komodo yang bertubuh lebih kecil), burungdan telurnya, mamalia kecil, monyet, babi hutan, kambing, rusa, kuda, dan kerbau. Komodo muda memangsa serangga, telur, cecak, dan mamalia kecil. Kadang-kadang komodo juga memangsa manusia dan mayat yang digali dari lubang makam yang dangkal.]Kebiasaan ini menyebabkan penduduk pulau Komodo menghindari tanah berpasir dan memilih mengubur jenazah di tanah liat, serta menutupi atasnya dengan batu-batu agar tak dapat digali komodo. Ada pula yang menduga bahwa komodo berevolusi untuk memangsagajah kerdil Stegodon yang pernah hidup di Flores. Komodo juga pernah teramati ketika mengejutkan dan menakuti rusa-rusa betina yang tengah hamil, dengan harapan agar keguguran dan bangkai janinnya dapat dimangsa; suatu perilaku yang juga didapati pada predator besar di Afrika.

Karena tak memiliki sekat rongga badan, komodo tak dapat menghirup air atau menjilati air untuk minum (seperti kucing). Alih-alih, komodo ‘mencedok’ air dengan seluruh mulutnya, lalu mengangkat kepalanya agar air mengalir masuk ke perutnya.


Bisa dan Bakteri Pada Komodo :

Pada akhir 2005, peneliti dari Universitas Melbourne, Australia, menyimpulkan bahwa biawak Perentie (Varanus giganteus) dan biawak-biawak lainnya, serta kadal-kadal dari suku Agamidae, kemungkinan memiliki semacam bisa. Selama ini diketahui bahwa luka-luka akibat gigitan hewan-hewan ini sangat rawan infeksi karena adanya bakteria yang hidup di mulut kadal-kadal ini, akan tetapi para peneliti ini menunjukkan bahwa efek langsung yang muncul pada luka-luka gigitan itu disebabkan oleh masuknya bisa berkekuatan menengah. Para peneliti ini telah mengamati luka-luka di tangan manusia akibat gigitan biawak Varanus varius, V. scalaris dan komodo, dan semuanya memperlihatkan reaksi yang serupa: bengkak secara cepat dalam beberapa menit, gangguan lokal dalam pembekuan darah, rasa sakit yang mencekam hingga ke siku, dengan beberapa gejala yang bertahan hingga beberapa jam kemudian. Sebuah kelenjar yang berisi bisa yang amat beracun telah berhasil diambil dari mulut seekor komodo di Kebun Binatang Singapura, dan meyakinkan para peneliti akan kandungan bisa yang dipunyai komodo.
Di samping mengandung bisa, air liur komodo juga memiliki aneka bakteri mematikan di dalamnya; lebih dari 28 bakteri Gram-negatif dan 29 Gram-positif telah diisolasi dari air liur ini. Bakteri-bakteri tersebut menyebabkan septikemia pada korbannya; jika gigitan komodo tidak langsung membunuh mangsa dan mangsa itu dapat melarikan diri, umumnya mangsa yang sial ini akan mati dalam waktu satu minggu akibat infeksi. Bakteri yang paling mematikan di air liur komodo agaknya adalah bakteri Pasteurella multocida yang sangat mematikan; diketahui melalui percobaan dengan tikus laboratorium. Karena komodo nampaknya kebal terhadap mikrobanya sendiri, banyak penelitian dilakukan untuk mencari molekul antibakteri dengan harapan dapat digunakan untuk pengobatan manusia.
Reproduksi

Musim kawin terjadi antara bulan Mei dan Agustus, dan telur komodo diletakkan pada bulan September. Selama periode ini, komodo jantan bertempur untuk mempertahankan betina dan teritorinya dengan cara “bergulat” dengan jantan lainnya sambil berdiri di atas kaki belakangnya. Komodo yang kalah akan terjatuh dan “terkunci” ke tanah. Kedua komodo jantan itu dapat muntah atau buang air besar ketika bersiap untuk bertempur. Pemenang pertarungan akan menjentikkan lidah panjangnya pada tubuh si betina untuk melihat penerimaan sang betina. Komodo betina bersifat antagonis dan melawan dengan gigi dan cakar mereka selama awal fase berpasangan. Selanjutnya, jantan harus sepenuhnya mengendalikan betina selama bersetubuh agar tidak terluka. Perilaku lain yang diperlihatkan selama proses ini adalah jantan menggosokkan dagu mereka pada si betina, garukan keras di atas punggung dan menjilat. Kopulasi terjadi ketika jantan memasukan salah satu hemipenisnya ke kloaka betina. Komodo dapat bersifat monogamus dan membentuk “pasangan,” suatu sifat yang langka untuk kadal.
Betina akan meletakkan telurnya di lubang tanah, mengorek tebing bukit atau gundukan sarang burung gosong berkaki-jingga yang telah ditinggalkan. Komodo lebih suka menyimpan telur-telurnya di sarang yang telah ditinggalkan. Sebuah sarang komodo rata-rata berisi 20 telur yang akan menetas setelah 7–8 bulan. Betina berbaring di atas telur-telur itu untuk mengerami dan melindunginya sampai menetas di sekitar bulan April, pada akhir musim hujan ketika terdapat sangat banyak serangga.
Proses penetasan adalah usaha melelahkan untuk anak komodo, yang keluar dari cangkang telur setelah menyobeknya dengan gigi telur yang akan tanggal setelah pekerjaan berat ini selesai. Setelah berhasil menyobek kulit telur, bayi komodo dapat berbaring di cangkang telur mereka untuk beberapa jam sebelum memulai menggali keluar sarang mereka. Ketika menetas, bayi-bayi ini tak seberapa berdaya dan dapat dimangsa oleh predator.

Komodo muda menghabiskan tahun-tahun pertamanya di atas pohon, tempat mereka relatif aman dari predator, termasuk dari komodo dewasa yang kanibal, yang sekitar 10% dari makanannya adalah biawak-biawak muda yang berhasil diburu. Komodo membutuhkan tiga sampailimatahun untuk menjadi dewasa, dan dapat hidup lebih dari 50 tahun.

Di samping proses reproduksi yang normal, terdapat beberapa contoh kasus komodo betina menghasilkan anak tanpa kehadiran pejantan (partenogenesis), fenomena yang juga diketahui muncul pada beberapa spesies reptil lainnya seperti pada Cnemidophorus.

Partenogenesis :

Sungai, seekor komodo di Kebun Binatang London, telah bertelur pada awal tahun 2006 setelah dipisah dari jantan selama lebih dari dua tahun. Ilmuwan pada awalnya mengira bahwa komodo ini dapat menyimpan sperma beberapa lama hasil dari perkawinan dengan komodo jantan di waktu sebelumnya, suatu adaptasi yang dikenal dengan istilah superfekundasi.

Pada tanggal 20 Desember 2006, dilaporkan bahwa Flora, komodo yang hidup di Kebun Binatang Chester, Inggris adalah komodo kedua yang diketahui menghasilkan telur tanpa fertilisasi(pembuahan dari perkawinan): ia mengeluarkan 11 telur, dan 7 di antaranya berhasil menetas. Peneliti dari Universitas Liverpool di Inggris utara melakukan tes genetika pada tiga telur yang gagal menetas setelah dipindah ke inkubator, dan terbukti bahwa Flora tidak memiliki kontak fisik dengan komodo jantan. Setelah temuan yang mengejutkan ini, pengujian lalu dilakukan terhadap telur-telur Sungai dan mendapatkan bahwa telur-telur itupun dihasilkan tanpa pembuahan dari luar.

Komodo memiliki sistem penentuan seks kromosomal ZW, bukan sistem penentuan seks XY. Keturunan Flora yang berkelamin jantan, menunjukkan terjadinya beberapa hal. Yalah bahwa telur Flora yang tidak dibuahi bersifat haploid pada mulanya dan kemudian menggandakan kromosomnya sendiri menjadi diploid; dan bahwa ia tidak menghasilkan telur diploid, sebagaimana bisa terjadi jika salah satu proses pembelahan-reduksi meiosis pada ovariumnya gagal. Ketika komodo betina (memiliki kromosom seks ZW) menghasilkan anak dengan cara ini, ia mewariskan hanya salah satu dari pasangan-pasangan kromosom yang dipunyainya, termasuk satu dari dua kromosom seksnya. Satu set kromosom tunggal ini kemudian diduplikasi dalam telur, yang berkembang secara partenogenetika. Telur yang menerima kromosom Z akan menjadi ZZ (jantan); dan yang menerima kromosom W akan menjadi WW dan gagal untuk berkembang.

Diduga bahwa adaptasi reproduktif semacam ini memungkinkan seekor hewan betina memasuki sebuah relung ekologi yang terisolasi (seperti halnya pulau) dan dengan cara partenogenesis kemudian menghasilkan keturunan jantan. Melalui perkawinan dengan anaknya itu di saat yang berikutnya hewan-hewan ini dapat membentuk populasi yang bereproduksi secara seksual, karena dapat menghasilkan keturunan jantan dan betina. Meskipun adaptasi ini bersifat menguntungkan, kebun binatang perlu waspada kerena partenogenesis mungkin dapat mengurangi keragaman genetika.

Pada 31 Januari 2008, Kebun Binatang Sedgwick County di Wichita, Kansas menjadi kebun binatang yang pertama kali mendokumentasi partenogenesis pada komodo di Amerika. Kebun binatang ini memiliki dua komodo betina dewasa, yang salah satu di antaranya menghasilkan 17 butir telur pada 19-20 Mei 2007. Hanya dua telur yang diinkubasi dan ditetaskan karena persoalan ketersediaan ruang; yang pertama menetas pada 31 Januari 2008, diikuti oleh yang kedua pada 1 Februari. Kedua anak komodo itu berkelamin jantan.


Evolusi Komodo :

Perkembangan evolusi komodo dimulai dengan marga Varanus, yang muncul di Asia sekitar 40 juta tahun yang silam dan lalu bermigrasi keAustralia. Sekitar 15 juta tahun yang lalu, pertemuan lempeng benua Australia dan Asia Tenggara memungkinkan para biawak bergerak menuju wilayah yang dikenal sebagai Indonesia sekarang. Komodo diyakini berevolusi dari nenek-moyang Australianya pada sekitar 4 juta tahun yang lampau, dan meluaskan wilayah persebarannya ke timur hingga sejauh Timor. Perubahan-perubahan tinggi muka laut semenjakzaman Es telah menjadikan agihan komodo terbatas pada wilayah sebarannya yang sekarang.


Komodo dan manusia :

Komodo pertama kali didokumentasikan oleh orang Eropa pada tahun 1910. Namanya meluas setelah tahun 1912, ketika Peter Ouwens, direktur Museum Zoologi di Bogor, menerbitkan paper tentang komodo setelah menerima foto dan kulit reptil ini. Nantinya, komodo adalah faktor pendorong dilakukannya ekspedisi ke pulau Komodo oleh W. Douglas Burden pada tahun 1926. Setelah kembali dengan 12 spesimen yang diawetkan dan 2 ekor komodo hidup, ekspedisi ini memberikan inspirasi untuk film King Kong tahun 1933. W. Douglas Burden adalah orang yang pertama memberikan nama “Komodo dragon” kepada hewan ini. Tiga dari spesimen komodo yang diperolehnya dibentuk kembali menjadi hewan pajangan dan hingga kini masih disimpan diMuseum Sejarah Alam Amerika.


Penelitian Komodo :

Orang Belanda, karena menyadari berkurangnya jumlah hewan ini di alam bebas, melarang perburuan komodo dan membatasi jumlah hewan yang diambil untuk penelitian ilmiah. Ekspedisi komodo terhenti semasa Perang Dunia II, dan tak dilanjutkan sampai dengan tahun 1950an dan ‘60an tatkala dilakukan penelitian-penelitian terhadap perilaku makan, reproduksi dan temperatur tubuh komodo. Pada tahun-tahun itu, sebuah ekspedisi yang lain dirancang untuk meneliti komodo dalam jangka panjang. Tugas ini jatuh ke tangan keluarga Auffenberg, yang kemudian tinggal selama 11 bulan di Pulau Komodo di tahun 1969. Selama masa itu, Walter Auffenberg dan Putra Sastrawan sebagai asistennya, berhasil menangkap dan menandai lebih dari 50 ekor komodo. Hasil ekspedisi ini ternyata sangat berpengaruh terhadap meningkatnya penangkaran komodo. Penelitian-penelitian yang berikutnya kemudian memberikan gambaran yang lebih terang dan jelas mengenai sifat-sifat alami komodo, sehingga para biolog seperti halnya Claudio Ciofi dapat melanjutkan kajian yang lebih mendalam.


Konservasi Komodo :
 
Biawak komodo merupakan spesies yang rentan terhadap kepunahan, dan dikatagorikan sebagai spesies Rentan dalam daftar IUCN Red List. Sekitar 4.000–5.000 ekor komodo diperkirakan masih hidup di alam liar. Populasi ini terbatas menyebar di pulau-pulau Rinca (1.300 ekor), Gili Motang (100), Gili Dasami (100), Komodo (1.700), dan Flores (mungkin sekitar 2.000 ekor). Meski demikian, ada keprihatinan mengenai populasi ini karena diperkirakan dari semuanya itu hanya tinggal 350 ekor betina yang produktif dan dapat berbiak. Bertolak dari kekhawatiran ini, pada tahun 1980 Pemerintah Indonesia menetapkan berdirinya Taman Nasional Komodo untuk melindungi populasi komodo dan ekosistemnya di beberapa pulau termasuk Komodo, Rinca, dan Padar.
Belakangan ditetapkan pula Cagar Alam Wae Wuul dan Wolo Tado di Pulau Flores untuk membantu pelestarian komodo. Namun pada sisi yang lain, ada bukti-bukti yang menunjukkan bahwa komodo, setidaknya sebagian, telah terbiasa pada kehadiran manusia. Komodo-komodo ini terbiasa diberi makan karkas hewan ternak, sebagai atraksi untuk menarik turis pada beberapa lokasi kunjungan.

Aktivitas vulkanis, gempa bumi, kerusakan habitat, kebakaran (populasi komodo di Pulau Padar hampir punah karena kebakaran alami, berkurangnya mangsa, meningkatnya pariwisata, dan perburuan gelap; semuanya menyumbang pada status rentan yang disandang komodo. CITES (the Convention on International Trade in Endangered Species) telah menetapkan bahwa perdagangan komodo, kulitnya, dan produk-produk lain dari hewan ini adalah ilegal.

Meskipun jarang terjadi, komodo diketahui dapat membunuh manusia. Pada tanggal 4 Juni 2007, seekor komodo diketahui menyerang seorang anak laki-laki berumur delapan tahun. Anak ini kemudian meninggal karena perdarahan berat dari luka-lukanya. Ini adalah catatan pertama mengenai serangan yang berakibat kematian pada 33 tahun terakhir.


Penangkaran Komodo :

Telah semenjak lama komodo menjadi tontonan yang menarik di berbagai kebun binatang, terutama karena ukuran tubuh dan reputasinya yang membuatnya begitu populer. Meski demikian hewan ini jarang dipunyai kebun binatang, karena komodo rentan terhadap infeksi dan penyakit akibat parasit, serta tak mudah berkembang biak.

Komodo yang pertama dipertontonkan adalah pada Kebun Binatang Smithsonian di tahun 1934, namun hewan ini hanya bertahan hidup selama dua tahun. Upaya-upaya untuk memelihara reptil ini terus dilanjutkan, namun usia binatang ini dalam tangkaran tak begitu panjang, rata-rata hanya 5 tahun di kebun binatang tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Walter Auffenberg di atas, yang hasilnya kemudian diterbitkan sebagai buku The Behavioral Ecology of the Komodo Monitor, pada akhirnya memungkinkan pemeliharaan dan pembiakan satwa langka ini di penangkaran.

Telah teramati bahwa banyak individu komodo yang dipelihara memperlihatkan perilaku yang jinak untuk jangka waktu tertentu. Dilaporkan pada banyak kali kejadian, bahwa para pawang berhasil membawa keluar komodo dari kandangnya untuk berinteraksi dengan pengunjung, termasuk pula anak-anak di antaranya, tanpa akibat yang membahayakan pengunjung. Komodo agaknya dapat mengenali orang satu persatu. Ruston Hartdegen dari Kebun Binatang Dallas melaporkan bahwa komodo-komodo yang dipeliharanya bereaksi berbeda apabila berhadapan dengan pawang yang biasa memeliharanya, dengan pawang lain yang kurang lebih sudah dikenal, atau dengan pawang yang sama sekali belum dikenal.

Penelitian terhadap komodo peliharaan membuktikan bahwa hewan ini senang bermain. Suatu kajian mengenai komodo yang mau mendorong sekop yang ditinggalkan oleh pawangnya, nyata-nyata memperlihatkan bahwa hewan itu tertarik pada suara yang ditimbulkan sekop ketika menggeser sepanjang permukaan yang berbatu. Seekor komodo betina muda di Kebun Binatang Nasional di Washington, D.C.senang meraih dan mengguncangkan aneka benda termasuk patung-patung, kaleng-kaleng minuman, lingkaran plastik, dan selimut. Komodo ini pun senang memasuk-masukkan kepalanya ke dalam kotak, sepatu, dan aneka obyek lainnya. Komodo tersebut bukan tak bisa membedakan benda-benda tadi dengan makanan; ia baru memakannya apabila benda-benda tadi dilumuri dengan darah tikus. Perilaku bermain-main ini dapat diperbandingkan dengan perilaku bermain mamalia.

Catatan lain mengenai kesenangan bermain komodo didapat dari Universitas Tennessee. Seekor komodo muda yang diberi nama “Kraken” bermain dengan gelang-gelang plastik, sepatu, ember, dan kaleng, dengan cara mendorongnya, memukul-mukulnya, dan membawanya dengan mulutnya. Kraken memperlakukan benda-benda itu berbeda dengan apa yang menjadi makanannya, mendorong Gordon Burghardt –peneliti– menyimpulkan bahwa hewan-hewan ini telah mementahkan pandangan bahwa permainan semacam itu adalah “perilaku predator bermotif-pemangsaan”.

Komodo yang nampak jinak sekalipun dapat berperilaku agresif secara tak terduga, khususnya apabila teritorinya dilanggar oleh seseorang yang tak dikenalnya. Pada bulan Juni 2001, serangan seekor komodo menimbulkan luka-luka serius pada Phil Bronstein — editor eksekutif harian San Francisco Chronicle dan bekas suami Sharon Stone, seorang aktris Amerika terkenal — ketika ia memasuki kandang binatang itu atas undangan pawangnya. Bronstein digigit komodo itu di kakinya yang telanjang, setelah si pawang menyarankannya agar membuka sepatu putihnya, yang dikhawatirkan bisa memancing perhatian si komodo. Meski pria itu berhasil lolos, namun ia membutuhkan pembedahan untuk menyambung kembali tendon ototnya yang terluka.

Makanan Khas NTT

1. Kolo

kolo

Kolo, cita rasa khas dari Manggarai, Nusa Tenggara Timur
NUSA Tenggara Timur memiliki aneka kebudayaan dari setiap kabupaten atau daerah. Dan setiap kebudayaan memiliki ciri khas tersendiri. Salah satunya adalah daerah Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Warga di daerah ini memiliki makanan khas tradisional yang bercita rasa alami. Kolo atau nasi bakar demikian sebutan untuk makanan khas yang dimasak menggunakan bambu. Gregorius Karni dan Borgias Asa asal Manggarai mengatakan, untuk bisa menghasilkan nasi bakar atau nasi bambu ini dibutuhkan bahan berupa bambu muda dengan panjang 30 sentimeter, beras dan bumbu masakan. Cara memasaknya, beras, air dan bumbu masakan dimasukkan kedalam bamboo. Setelah itu, pada bagian ujung atau mulut ditutup dengan daun pisang. Lalu, dibakar sampai matang berkisar setengah jam lamanya.
Nasi Bambu atau Kolo ini menurut dua mahasiswa ini, biasanya digunakan untuk makan bersama saat pesta adat penti atau syukuran panen. Selain itu juga penti biasanya menjadi menu utama pada acara syukuran di setiap awal pergantian tahun. Upacara Penti merupakan ritual sebagai ungkapan rasa syukur atas panen, serta kehidupan, yang telah dilalui selama satu tahun terakhir. Upacara ini juga sebagai ungkapan mohon perlindungan serta keharmonisan untuk kehidupan yang akan datang. Upacara Penti biasanya dilakukan saat dimulainya kegiatan bercocok tanam atau berladang. Kegiatan ini adalah kewajiban turun-temurun, yang haru dijalankan sebagai wahana rasa syukur, berkumpulnya keluarga besar, serta pemberkatan terhadap kelestarian alam sekitar. Upacara Penti dilaksanakan setiap bulan Oktober atau November. Biasanya upacara ini jatuh pada pertengahan bulan tersebut dan diisi dengan upacara adat, pemberkatan, serta atraksi budaya yang sangat unik.

2. Moke

minuman moke ntt

Moke adalah minuman khas orang Flores. Ada moke putih dan hitam. Moke putih adalah nira hasil sadapan dari pohon lontar atau pohon enau. Moke putih akan manis rasanya bila wadah tampungan bersih. Biasanya bambu berukuran seruas dicuci bersih dan dikeringkan kemudian digantungkan pada ujung mayang yang telah dijepit atau dipukul-pukul kemudian dipotong ujungnya. Akan kelihatan ada cairan bening menetes dari ujung mayang. Itulah moke putih. Moke putih yang manis dapat dimasak dan dijadikan gula merah. Sedangkan moke putih yang diminum sebagai teman makan adalah moke yang ditampung dengan wadah bambu yang tidak bersih sehingga terjadi peragian. Dan rasa minuman agak pahit. Moke putih sejenis ini ada yang langsung diminum, tetapi lebih banyak digunakan untuk dimasak atau disuling dan menghasilkan moke hitam atau arak. Moke hitam sesungguhnya tidak hitam. Warnanya seperti air putih dan agak kuning. Ini adalah hasil sulingan dari moke putih. Moke putih disuling di Kuwu tua (saung penyulingan tuak dalam bahasa Nagekeo). Orang Flores selalu menikmati moke bila ada pesta. Tidak ada pesta tanpa tuak/moke. Tuak sudah menyatu dengan pesta. Makan daging tanpa tuak terasa hambar dan kurang.

3. Jagung Catemak


Catemak jagung adalah makanan khas Nusa Tenggara Timur. Catemak jagung adalah makanan penutup yang terbuat dari jagung, labu lilin, dan kacang hijau yang dimasak dengan bumbu masak penyedap rasa. Tidak seperti warnanya yang manis seperti kolak, catemak rasanya asin. Sambal Ikan Teri: Di daerah Ntt ikan teri cukup populer sehingga dijadikan makanan yang cukup familiar. Cara membuat makanan yang satu ini juga tidaklah susah. Pertama tama panaskan minyak lalu masukkan lengkuas dan daun jeruk kamudian masukkan ikan teri tambahkan garam lalu aduk hingga kering. Sebenarnya resep paten untuk membuat makanan ini tidak ada karena cara membuatnya bisa dikreasikan dan disesuaikan dengan selera masing masing.

4. Jagung Bose

kagungbosectt

Jika berkunjung ke NTT, kurang lengkap rasanya kalau belum mencicipi bubur jagung khas Timor. Masakan tradisional yang dikenal dengan jagung bose ini menjadi makanan pokok pengganti nasi. Menurut tradisi warga Timor, jagung bose hanya dibuat dari jagung putih. Sebetulnya tidak ada perbedaan yang signifikan antara jagung putih atau kuning. Hanya saja, jagung putih biasanya terasa lebih manis. Sesuai dengan namanya, jagung bose berarti jagung yang di-bose-kan atau dilunakkan. Untuk mengeluarkan kulit luar jagung, jagung akan ditumbuk dengan lesung. Kemudian diayak untuk mengeluarkan sisa kulit jagung yang terkelupas. Setelah bersih, jagung bose dimasak dengan kacang merah agar tambah nikmat. Proses memasaknya membutuhkan waktu cukup lama. Namun. lebih lezat jika jagung dimasak dengan menggunakan kayu bakar. Terakhir, tambahkan sedikit garam dan santan untuk menambah cita rasa jagung bose. Masakan tradisional khas Timor ini tentu tidak disajikan sendirian. Jagung bose biasanya dimakan bersama daging se’i, karmanaci, dan lawar ikan. Lawar ikan dibuat dari teri segar yang direndam dengan cuka selama 10 menit, yang kemudian dibumbui dengan bawang merah, garam, dan perasan jeruk nipis.

5. Se’i, daging asap khas Nusa Tenggara Timur


resep-sei-babi-kupang-daging-babi-asap-ntt-hot-skomed-pork-tenderloin-cured-from-indonesia2

Jika berkunjung ke Kupang, kurang lengkap rasanya kalau belum mencicipi kuliner khas ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Timur tersebut. Selain dikenal memiliki lansekap-lansekap yang indah, kota di pesisir Teluk Kupang ini juga dikenal dengan keragaman kuliner yang sayang untuk dilewatkan. Sebut saja daging se’i. Daging se’i adalah daging (sapi atau babi) yang dibumbui dan diasap agar dapat disimpan lebih lama. Kata se’i berasal dari bahasa Pulau Rote yang berarti daging tipis yang diiris memanjang. Sebelum disajikan, daging se’i dapat diolah kembali sesuai dengan selera.
Daging se’i sepintas memang mirip daging asap ala barat, seperti ham, namun dengan cita rasa yang berbeda. Proses pembuatan se’i terbilang sangat tradisional karena masih menggunakan bara api yang berasal dari arang dan daun kesambi. Kesambi atau kosambi adalah pohon yang bisa tumbuh di daerah kering dan termasuk kerabat dekat rambutan karena tergolong suku Sapindaceae. Proses pengasapan diawali dengan mengiris daging memanjang dan melumurinya dengan garam. Kemudian digantung untuk mengeringkan kandungan air atau darah di dalam daging selama beberapa jam. Sementara itu, daun kesambi digunakan sebagai penyaring panas dan asap yang berlebihan. Inilah yang membuat aroma dan warna daging tetap terjaga.
Tempat Wisata di NTT

Tempat Wisata di NTT

Provinsi Nusa Tenggara Timur, terberkati dengan adanya Pulau Komodo yang masuk ke dalam New Seven Wonder World ?  Nusa tenggara Timur juga semakin cantik dengan adanya Pantai Pink, yang konon hanya ada delapan ( 8) di seluruh dunia.

PULAU KOMODO, FLORES, NTT

Pulau Komodo, Nusa Tenggara Timur, eloratour

Panorama Pantai Pulau Komodo, NTT.  
Siapa yang tidak kenal dengan Pulau Komodo atau Taman Nasional Komodo ? Taman Nasional yang masuk dalam “7 Keajaiban Dunia” ini  merupakan tempat favorit para wisatawan yang mengunjungi Flores. Di pulau Komodo wisatawan bisa melihat Komodo di habitat alami nya dari dekat, tentunya dengan pemandu wisata.
Di Pulau Komodo, hewan komodo hidup dan berkembang biak dengan baik. Hingga Agustus 2009, di pulau ini terdapat sekitar 1300 ekor komodo. Ditambah dengan pulau lain, seperti Pulau Rinca dan dan Gili Motang, jumlah mereka keseluruhan mencapai sekitar 2500 ekor. Ada pula sekitar 100 ekor komodo di Cagar Alam Wae Wuul di daratan Pulau Flores tapi tidak termasuk wilayah Taman Nasional Komodo.

PINK BEACH, FLORES, NTT


DCIM103MEDIA

Pemandangan Pink Beach, Flores, NTT yang sangat menawan. 
Jika pasir pantai biasanya berwarna putih atau coklat, maka sesuai namanya, pasir di Pink Beach ini berwarna merah muda. Warna pink dari pasir pantai yang berada di Pulau Komodo ini merupakan pasir pantai putih yang bercampur dengan serpihan karang, cangkang kerang, dan kalsium karbonat dari biota laut, dan juga Foraminifera, Amuba Mikroskopis yang memiliki cangkang tubuh berwarna merah.
Pink beach atau pantai berpasir merah muda ini hanya dapat ditemukan di 7 Negara, yakni: Indonesia, Bermuda, Filipina, Italia, Yunani, Bahamas, Karibia.  Luar biasanya, Indonesia memiliki 2 Pink Beach, satu Pink Beach di NTB, satu lagi di Flores, NTT ini.  Pink Beach letaknya agak terpencil karena berada di balik bukit. Di pantai ini kita dapat bersantai-santai di pantainya, berenang dan main air di lautnya, dan juga ber-snorkeling di lautnya yang jernih.


DANAU KELIMUTU, FLORES, NTT


Danau Kelimutu NTT eloratour 
Panorama menawan dari Danau Kelimutu, Flores, Nusa Tenggara Timur.
Kelimutu terletak di Desa Koanara, Kecamatan Wolowaru, sekitar 66 km dari kota Ende dan 83 kilometer dari Maumere tepatnya di puncak Taman Nasional Kelimutu. Danau Kelimutu ini memiliki keunikan tersendiri, air nya memiliki tiga warna yang berbeda.  Keindahannya akan mempesona siapapun yang memandangnya.

LABUAN BAJO, FLORES, NTT

Labuan Bajo Flores NTT eloratour

Suasana Senja Labuan Bajo, Flores, NTT. 
Labuan Bajo merupakan pelabuhan yang menjadi pintu masuk ke Taman Nasional Komodo. Di labuan Bajo anda dapat mengunjungi beberapa pulau yang menghadap ke pelabuhan ini seperti Pulau Bidadari, Pulau Kanawa, Pulau Kukusan Kecil dan Pulau Serayu. Selain itu anda juga dapat mengunjungi Gua Batu Cermin di Labuan Bajo.
Yang sangat menarik dari Labuan Bajo adalah saat sunset mulai mengubah warna langit menjadi jingga. Di sini Anda akan ditawarkan pemandangan yang menakjubkan. Matahari yang mulai tenggelam menciptakan siluet dramatis pulau-pulau kecil yang dekat dengan pelabuhan.

PULAU KANAWA, FLORES, NTT

Pulau Kanawa Flores NTT eloratour

Panorama Menawan Pulau Kanawa, Flores, NTT.  
Pulau Kanawa terletak 15 kilometer dari Labuan Bajo dan memiliki luas sekitar 32 hektar. Pasir putih dan airnya sangat jernih sehingga anda dapat melihat keindahan karang bawah lautnya.  Di pulau seluas 32 hektare ini dibangun bungalow yang terletak dibibir pantai dengan sebuah pelabuhan kecil di dekatnya untuk melabuhkan perahu para wisatawan yang berkunjung. Konon, Pulau Kanawa dikelola oleh warga Italia, setelah sebelumnya berada dalam pengelolaan warga Labuan Bajo.
Pulau Kanawa memiliki keindahan alam dan bahari yang sangat mempesona, terutama keindahan pantai dan kehidupan bawah lautnya begitu menawan. Laut yang biru kehijauan begitu jernih seperti kaca, pasir pantai yang putih bersih dan disempurnakan dengan bentang langit luas berhiaskan awan.  Buat yang suka menyelam, akan dimanjakan dengan berbagai hewan laut yang menakjubkan seperti: manta, hiu paus, dan sebagainya.

PULAU KERA, KUPANG, NTT

Pulau Kera, Kupang, NTT. eloratour

Pulau Kera, Kupang, NTT. 
Pulau Kera terletak di tengah laut luas dan dapat anda lihat dari tepi pantai Kupang. Kita perlu menggunakan perahu nelayan untuk sampai di Pulau ini, dengan lama waktu perjalanan sekitar 1 jam. Pulau Kera mempunyai hamparan pantai dengan pasir seputih salju, berpadu dengan merah karang serta warna air laut yang biru kehijauan. Keindahannya bahkan bisa terlihat dari seberang lautan. Pasir putihnya berkilau menawan dan mengundang kita untuk mendekat.
Ombaknya pun tenang, jadi kita bisa bermain sepuasnya di bibir pantai, berjemur, bermain ombak atau pasir, sambil menikmati keramahan penduduk pulau Kera.  Jika berkunjung, sebaiknya kita membawa makanan yang banyak untuk berbagi dengan penduduk Pulau kera, sebab penduduk Pulau Kera hidup dengan sederhana sekali.

Sumber : https://eloratour.wordpress.com/2016/04/25/tempat-wisata-menawan-di-nusa-tenggara-timur/

Makanan Khas Sulawesi

Makanan, tentu saja kita butuhkan setiap harinya. Karena manusia membutuhkan makan untuk dapat bertahan hidup. Nah berikut ini saya akan Share beberapa makanan Khas Dari SULAWESI SELATAN
di antaranya:

1. Kapurung

Kapurung adalah salah satu makanan khas tradisional di Sulawesi Selatatan, khususnya masyarakat daerah Luwu (Kota Palopo, Kabupaten Luwu, Luwu Utara, Luwu Timur) Makanan ini terbuat dari sari atau tepung sagu. Di daerah Maluku dikenal dengan nama Papeda. Kapurung dimasak dengan campuran ikan atau daging ayam dan aneka sayuran. Meski makanan tradisional, Kapurung mulai populer. Selain ditemukan di warung-warung khusus di Makassar juga telah masuk ke beberapa restoran, bersanding dengan makanan modern.Di daerah Luwu sendiri nama Kapurung ini sering juga di sebut Pugalu.


2. Coto Makassar

Coto Makassar atau Coto Mangkasara adalah makanan tradisional Makassar, Sulawesi Selatan. Makanan ini terbuat dari jeroan (isi perut) sapi yang direbus dalam waktu yang lama. Rebusan jeroan bercampur daging sapi ini kemudian diiris-iris lalu dibumbui dengan bumbu yang diracik secara khusus. Coto dihidangkan dalam mangkuk dan dimakan dengan ketupat dan "burasa". Saat ini Coto Mangkasara sudah menyebar ke berbagai daerah di Indonesia, mulai di warung pinggir jalan hingga restoran. Dan direncanakan mulai bulan November 2008 Coto Makassar akan menjadi salah satu menu pada penerbangan domestik Garuda Indonesia dari dan ke Makassar. Makanan ini mirip dengan sop sodara.


3. Sop Konro

Sup Konro adalah masakan sup iga sapi khas Indonesia yang berasal dari tradisi Bugis dan Makassar. Sup ini biasanya dibuat dengan bahan iga sapi atau daging sapi. Masakan berkuah warna coklat kehitaman ini biasa dimakan dengan ketupat kecil yang dipotong-potong terlebih dahulu. Warna gelap ini berasal dari buah kluwek yang memang berwarna hitam. Bumbunya relatif "kuat" akibat digunakannya ketumbar.
Konro aslinya dimasak berkuah dalam bentuk sup yang kaya rempah, akan tetapi kini terdapat variasi kering yang disebut "Konro bakar" yaitu iga sapi bakar dengan bumbu khas konro.


4. Jalangkote
Jalangkote adalah kue yang bentuknya serupa dengan kue yang ada di Jakarta dan sejumlah daerah disebut pastel. Bedanya, kalau bahan kulit pastel umumnya tebal dan empuk, maka kulit jalangkote tipis. Kulit jalangkote menggunakan bahan dasar terigu, telur, santan, mentega, garam, dan bahan-bahan tambahan lainnya dan dibuat tipis. Tak hanya kulit, isinya pun beda. Kalau pastel isinya bisa macam-macam seperti cokelat, susu, kacang, ikan, dan lainnya, maka jalangkote tidak.
Secara umum, sejak dulu hingga kini, isi jalangkote hanya terdiri atas wortel dan kentang yang dipotong-potong bentuk dadu dalam ukuran kecil, tauge, dan soun (laksa). Sayur-sayuran ini ditumis dengan bumbu merica, bawang putih, bawang merah, dan bumbu lainnya. Kalaupun saat ini jalangkote mengalami perubahan isi, itu hanya penambahan telur 1/4 atau 1/2 butir dan daging sapi cincang. Dan Jalangkote biasanya disajikan  dalam menu berbuka puasa





5. Buras/Burasa'
Buras/Burasa' adalah masakan khas Sulawesi Selatan. Buras mirip dengan lontong, terbuat dari beras hanya saja bentuknya agak berbeda. Buras lebih halus dengan balutan daun pisang muda, disajikan dengan taburan bumbu kelapa kering, gula, garam dan cabai. kebanyakan buras banyak di jual di pasaran. Namun, Umumnya Makanan ini disajikan pada saat-saat tertentu seperti Acara Syukuran, Pernikahan Dan Pada suasana Lebaran.



6. Mie Titi
Mie Titi ini adalah sejenis mie kering yang disajikan dengan kuah kental dan irisan ayam, udang, jamur, hati dan cumi. Mirip ifumie, hanya mienya sangat tipis. Tadinya nama mie titi ini adalah nama jenis makanan, namun ternyata kata titi berasal dari nama panggilan pemiliknya. Mie Kering di Makassar mulai popular sejak tahun 70-an. Diawali oleh seorang keturunan Tionghoa bernama Ang Kho Tjao, yang kemudian menurunkan pengetahuan memasak mie kering kepada tiga orang anaknya yaitu Hengky, Awa dan Titi. Setelah Ang Kho Tjao meninggal dunia, usaha kedai mie kering dilanjutkan oleh ketiga anaknya yang masing-masing membuka kedai sendiri. Yang cukup popular di Makassar adalah kedai milik Titi, sehingga nama mie kering ini selalu diidentikan menjadi “Mie Titi“.

7. Pisang Epe
Pisang Epe adalah pisang mentah yang dibakar, kemudian dibuat pipih, dan dicampur dengan air gula merah. Paling enak dimakan saat masih hangat. Makanan Ini banyak di temui di sekitar Pantai Losari Makassar.
http://zoruchis.blogspot.com/2011/08/7-makanan-khas-sulawesi-selatan.html

Sejarah dan Asal Usul Suku Toraja

Sejarah dan Asal Usul Suku Toraja
Rambu Solo, tradisi, ritual pemakaman suku Toraja
Suku Toraja adalah suku yang menetap di pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan, Indonesia. Populasinya diperkirakan sekitar 1 juta jiwa, dengan 500.000 di antaranya masih tinggal di Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Toraja Utara, dan Kabupaten Mamasa. Mayoritas suku Toraja memeluk agama Kristen, sementara sebagian menganut Islam dan kepercayaan animisme yang dikenal sebagai Aluk To Dolo. Pemerintah Indonesia telah mengakui kepercayaan ini sebagai bagian dari Agama Hindu Dharma.

Asal usul kata Toraja sampai saat ini masih menjadi perdebatan termasuk berbagi versi dan referensi masing-masing. Ada beberapa versi asal kata Toraja diantaranya sebagai berikut; dari istilah orang Bugis yang menyebut, to riaja, yang berarti "orang yang berdiam di negeri atas". Namun beberapa sumber lain menyatakan bahwa orang Luwu menyebutnya To Riajang yang artinya adalah “orang yang berdiam di sebelah barat”. Ada juga versi lain bahwa kata Toraya (dalam keseharian kita masih sering mendengar orang-orang tua di Toraja menyebut Toraja dengan kata tersebut), berasal dari 2 kata yakni To = Tau (orang), Raya = dari kata Maraya (besar | bisa diartikan orang-orang besar atau bangsawan). Seiring waktu dan beberapa perubahan ejaan, kata Toraja masih mempertahankan ejaan lama dalam penulisannya. Adapun kata Tana dapat diartikan sebagai negeri. Hingga dikemudian hari wilayah pemukiman mayoritas suku Toraja lebih dikenal dengan sebutan Tana Toraja, yang akhirnya menjadi nama kabupaten dalam wilayah admistrasi Provinsi Sulawesi Selatan. Pemerintah kolonial Belanda menamai suku ini Toraja pada tahun 1909. 

Diatas adalah beberapa versi yang sering kita baca dari berbagai literatur. Memang jika menyangkut asal-usul nama Toraja masih perlu dikaji lebih mendalam sumber sejarahnya, dan hal tersebut tentunya bukanlah sesuatu yang mudah tanpa kerjasama dari berbagai pihak. 


Suku Toraja terkenal akan ritual pemakaman, rumah adat tongkonan dan ukiran kayunya. Ritual pemakaman Toraja merupakan peristiwa sosial yang penting, biasanya dihadiri oleh ratusan orang dan berlangsung selama beberapa hari.

Sebelum abad ke-20, suku Toraja tinggal di desa-desa otonom. Mereka masih menganut animisme dan belum tersentuh oleh dunia luar. Pada awal tahun 1900-an, misionaris Belanda datang dan menyebarkan agama Kristen. Setelah semakin terbuka kepada dunia luar pada tahun 1970-an, kabupaten Tana Toraja menjadi lambang pariwisata Indonesia. Tana Toraja dimanfaatkan oleh pengembang pariwisata dan dipelajari oleh antropolog. Masyarakat Toraja sejak tahun 1990-an mengalami transformasi budaya, dari masyarakat berkepercayaan tradisional dan agraris, menjadi masyarakat yang mayoritas beragama Kristen dan mengandalkan sektor pariwisata yang terus meningkat.

Identitas etnis

Sejarah dan Asal Usul Suku Toraja
Salah satu tarian tradisional suku Toraja
Suku Toraja memiliki sedikit gagasan secara jelas mengenai diri mereka sebagai sebuah kelompok etnis sebelum abad ke-20. Sebelumpenjajahan Belanda dan masa pengkristenan, suku Toraja, yang tinggal di daerah dataran tinggi, dikenali berdasarkan desa mereka, dan tidak beranggapan sebagai kelompok yang sama. 

Meskipun ritual-ritual menciptakan hubungan di antara desa-desa, ada banyak keragaman dalam dialek, hierarki sosial, dan berbagai praktik ritual di kawasan dataran tinggi Sulawesi. "Toraja" (dari bahasa pesisir ke, yang berarti orang, dan Riaja, dataran tinggi) pertama kali digunakan sebagai sebutan penduduk dataran rendah untuk penduduk dataran tinggi.[3]Akibatnya, pada awalnya "Toraja" lebih banyak memiliki hubungan perdagangan dengan orang luar—seperti suku Bugis dan suku Makassar, yang menghuni sebagian besar dataran rendah di Sulawesi—daripada dengan sesama suku di dataran tinggi. 

Kehadiran misionaris Belanda di dataran tinggi Toraja memunculkan kesadaran etnis Toraja di wilayah Sa'dan Toraja, dan identitas bersama ini tumbuh dengan bangkitnya pariwisata di Tana Toraja.[4] Sejak itu, Sulawesi Selatan memiliki empat kelompok etnis utama—suku Bugis (kaum mayoritas, meliputi pembuat kapal dan pelaut), suku Makassar (pedagang dan pelaut), suku Mandar (pedagang dan nelayan), dan suku Toraja (petani di dataran tinggi).[6]

Sejarah

Sejarah dan Asal Usul Suku Toraja
Tongkonan, rumah adat tradisional suku Toraja
Teluk Tonkin, terletak antara Vietnam utara dan Cina selatan, dipercaya sebagai tempat asal suku Toraja. Telah terjadi akulturasi panjang antara ras Melayu di Sulawesi dengan imigran Cina. Awalnya, imigran tersebut tinggal di wilayah pantai Sulawesi, namun akhirnya pindah ke dataran tinggi.

Sejak abad ke-17, Belanda mulai menancapkan kekuasaan perdagangan dan politik di Sulawesi melalui Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC). Selama dua abad, mereka mengacuhkan wilayah dataran tinggi Sulawesi tengah (tempat suku Toraja tinggal) karena sulit dicapai dan hanya memiliki sedikit lahan yang produktif. Pada akhir abad ke-19, Belanda mulai khawatir terhadap pesatnya penyebaran Islam di Sulawesi selatan, terutama di antara suku Makassar dan Bugis. 

Belanda melihat suku Toraja yang menganut animisme sebagai target yang potensial untuk dikristenkan. Pada tahun 1920-an, misi penyebaran agama Kristen mulai dijalankan dengan bantuan pemerintah kolonial Belanda. Selain menyebarkan agama, Belanda juga menghapuskan perbudakan dan menerapkan pajak daerah. Sebuah garis digambarkan di sekitar wilayah Sa'dan dan disebut Tana Toraja. Tana Toraja awalnya merupakan subdivisi dari kerajaan Luwu yang mengklaim wilayah tersebut. Pada tahun 1946, Belanda memberikan Tana Toraja status regentschap, dan Indonesia mengakuinya sebagai suatu kabupaten pada tahun 1957.

Misionaris Belanda yang baru datang mendapat perlawanan kuat dari suku Toraja karena penghapusan jalur perdagangan yang menguntungkan Toraja. Beberapa orang Toraja telah dipindahkan ke dataran rendah secara paksa oleh Belanda agar lebih mudah diatur. Pajak ditetapkan pada tingkat yang tinggi, dengan tujuan untuk menggerogoti kekayaan para elit masyarakat. Meskipun demikian, usaha-usaha Belanda tersebut tidak merusak budaya Toraja, dan hanya sedikit orang Toraja yang saat itu menjadi Kristen. Pada tahun 1950, hanya 10% orang Toraja yang berubah agama menjadi Kristen.

Penduduk Muslim di dataran rendah menyerang Toraja pada tahun 1930-an. Akibatnya, banyak orang Toraja yang ingin beraliansi dengan Belanda berpindah ke agama Kristen untuk mendapatkan perlindungan politik, dan agar dapat membentuk gerakan perlawanan terhadap orang-orang Bugis dan Makassar yang beragama Islam. Antara tahun 1951 dan 1965 setelah kemerdekaan Indonesia, Sulawesi Selatan mengalami kekacauan akibat pemberontakan yang dilancarkan Darul Islam, yang bertujuan untuk mendirikan sebuah negara Islam di Sulawesi. Perang gerilya yang berlangsung selama 15 tahun tersebut turut menyebabkan semakin banyak orang Toraja berpindah ke agama Kristen.

Pada tahun 1965, sebuah dekret presiden mengharuskan seluruh penduduk Indonesia untuk menganut salah satu dari lima agama yang diakui: Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu dan Buddha. Kepercayaan asli Toraja (aluk) tidak diakui secara hukum, dan suku Toraja berupaya menentang dekret tersebut. Untuk membuat aluk sesuai dengan hukum, ia harus diterima sebagai bagian dari salah satu agama resmi. Pada tahun 1969, Aluk To Dolo dilegalkan sebagai bagian dari Agama Hindu Dharma.\
Sejarah dan Asal Usul Suku Toraja
Upacara pemakaman adat Suku Toraja
Masyarakat

Keluarga
Keluarga adalah kelompok sosial dan politik utama dalam suku Toraja. Setiap desa adalah suatu keluarga besar. Setiap tongkonan memiliki nama yang dijadikan sebagai nama desa. Keluarga ikut memelihara persatuan desa. 

Pernikahan dengan sepupu jauh (sepupu keempat dan seterusnya) adalah praktek umum yang memperkuat hubungan kekerabatan.Suku Toraja melarang pernikahan dengan sepupu dekat (sampai dengan sepupu ketiga) kecuali untuk bangsawan, untuk mencegah penyebaran harta. Hubungan kekerabatan berlangsung secara timbal balik, dalam artian bahwa keluarga besar saling menolong dalam pertanian, berbagi dalam ritual kerbau, dan saling membayarkan hutang.

Sejarah dan Asal Usul Suku Toraja
Busana adat Suku Toraja
Setiap orang menjadi anggota dari keluarga ibu dan ayahnya. Anak, dengan demikian, mewarisi berbagai hal dari ibu dan ayahnya, termasuk tanah dan bahkan utang keluarga. Nama anak diberikan atas dasar kekerabatan, dan biasanya dipilih berdasarkan nama kerabat yang telah meninggal. Nama bibi, paman dan sepupu yang biasanya disebut atas nama ibu, ayah dan saudara kandung.

Sebelum adanya pemerintahan resmi oleh pemerintah kabupaten Tana Toraja, masing-masing desa melakukan pemerintahannya sendiri. Dalam situasi tertentu, ketika satu keluarga Toraja tidak bisa menangani masalah mereka sendiri, beberapa desabiasanya membentuk kelompok; kadang-kadang, bebrapa desa akan bersatu melawan desa-desa lain Hubungan antara keluarga diungkapkan melalui darah, perkawinan, dan berbagi rumah leluhur (tongkonan), secara praktis ditandai oleh pertukaran kerbau dan babi dalam ritual. 

Pertukaran tersebut tidak hanya membangun hubungan politik dan budaya antar keluarga tetapi juga menempatkan masing-masing orang dalam hierarki sosial: siapa yang menuangkan tuak, siapa yang membungkus mayat dan menyiapkan persembahan, tempat setiap orang boleh atau tidak boleh duduk, piring apa yang harus digunakan atau dihindari, dan bahkan potongan daging yang diperbolehkan untuk masing-masing orang.

Kelas sosial

Sejarah dan Asal Usul Suku Toraja
Tongkonan, rumah adat Suku Toraja
Dalam masyarakat Toraja awal, hubungan keluarga bertalian dekat dengan kelas sosial. Ada tiga tingkatan kelas sosial: bangsawan, orang biasa, dan budak (perbudakan dihapuskan pada tahun 1909 oleh pemerintah Hindia Belanda). Kelas sosial diturunkan melalui ibu. Tidak diperbolehkan untuk menikahi perempuan dari kelas yang lebih rendah tetapi diizinkan untuk menikahi perempuan dari kelas yang lebih tingi, ini bertujuan untuk meningkatkan status pada keturunan berikutnya. Sikap merendahkan dari Bangsawan terhadap rakyat jelata masih dipertahankan hingga saat ini karena alasan martabat keluarga.

Kaum bangsawan, yang dipercaya sebagai keturunan dari surga, tinggal di tongkonan, sementara rakyat jelata tinggal di rumah yang lebih sederhana (pondok bambu yang disebut banua). Budak tinggal di gubuk kecil yang dibangun di dekat tongkonan milik tuan mereka. Rakyat jelata boleh menikahi siapa saja tetapi para bangsawan biasanya melakukan pernikahan dalam keluarga untuk menjaga kemurnian status mereka. Rakyat biasa dan budak dilarang mengadakan perayaan kematian. Meskipun didasarkan pada kekerabatan dan status keturunan, ada juga beberapa gerak sosial yang dapat memengaruhi status seseorang, seperti pernikahan atau perubahan jumlah kekayaan. Kekayaan dihitung berdasarkan jumlah kerbau yang dimiliki.

Budak dalam masyarakat Toraja merupakan properti milik keluarga. Kadang-kadang orang Toraja menjadi budak karena terjerat utang dan membayarnya dengan cara menjadi budak. Budak bisa dibawa saat perang, dan perdagangan budak umum dilakukan. Budak bisa membeli kebebasan mereka, tetapi anak-anak mereka tetap mewarisi status budak. Budak tidak diperbolehkan memakai perunggu atau emas, makan dari piring yang sama dengan tuan mereka, atau berhubungan seksual dengan perempuan merdeka. Hukuman bagi pelanggaran tersebut yaitu hukuman mati.

Agama

Sejarah dan Asal Usul Suku Toraja
Gereja Sion, dibangun di atas bukit di Makale
Sistem kepercayaan tradisional suku Toraja adalah kepercayaan animisme politeistik yang disebut aluk, atau "jalan" (kadang diterjemahkan sebagai "hukum"). Dalam mitos Toraja, leluhur orang Toraja datang dari surga dengan menggunakan tangga yang kemudian digunakan oleh suku Toraja sebagai cara berhubungan dengan Puang Matua, dewa pencipta. Alam semesta, menurut aluk, dibagi menjadi dunia atas (Surga) dunia manusia (bumi), dan dunia bawah. 

Pada awalnya, surga dan bumi menikah dan menghasilkan kegelapan, pemisah, dan kemudian muncul cahaya. Hewan tinggal di dunia bawah yang dilambangkan dengan tempat berbentuk persegi panjang yang dibatasi oleh empat pilar, bumi adalah tempat bagi umat manusia, dan surga terletak di atas, ditutupi dengan atap berbetuk pelana. Dewa-dewa Toraja lainnya adalah Pong Banggai di Rante (dewa bumi), Indo' Ongon-Ongon (dewi gempa bumi), Pong Lalondong (dewa kematian), Indo' Belo Tumbang (dewi pengobatan), dan lainnya.

Kekuasaan di bumi yang kata-kata dan tindakannya harus dipegang baik dalam kehidupan pertanian maupun dalam upacara pemakaman, disebut to minaa (seorang pendeta aluk). Aluk bukan hanya sistem kepercayaan, tetapi juga merupakan gabungan dari hukum, agama, dan kebiasaaan. Aluk mengatur kehidupan bermasyarakat, praktik pertanian, dan ritual keagamaan. 

Tata cara Aluk bisa berbeda antara satu desa dengan desa lainnya. Satu hukum yang umum adalah peraturan bahwa ritual kematian dan kehidupan harus dipisahkan. Suku Toraja percaya bahwa ritual kematian akan menghancurkan jenazah jika pelaksanaannya digabung dengan ritual kehidupan. Kedua ritual tersebut sama pentingnya. Ketika ada para misionaris dari Belanda, orang Kristen Toraja tidak diperbolehkan menghadiri atau menjalankan ritual kehidupan, tetapi diizinkan melakukan ritual kematian. 

Akibatnya, ritual kematian masih sering dilakukan hingga saat ini, tetapi ritual kehidupan sudah mulai jarang dilaksanakan.

Bahasa
Bahasa Toraja adalah bahasa yang dominan di Tana Toraja, dengan Sa'dan Toraja sebagai dialek bahasa yang utama. Bahasa Indonesiasebagai bahasa nasional adalah bahasa resmi dan digunakan oleh masyarakat, akan tetapi bahasa Toraja pun diajarkan di semua sekolah dasar di Tana Toraja.

Ragam bahasa di Toraja antara lain Kalumpang, Mamasa, Tae' , Talondo' , Toala' , dan Toraja-Sa'dan, dan termasuk dalam rumpun bahasa Melayu-Polinesia dari bahasa Austronesia. Pada mulanya, sifat geografis Tana Toraja yang terisolasi membentuk banyak dialek dalam bahasa Toraja itu sendiri. Setelah adanya pemerintahan resmi di Tana Toraja, beberapa dialek Toraja menjadi terpengaruh oleh bahasa lain melalui proses transmigrasi, yang diperkenalkan sejak masa penjajahan. Hal itu adalah penyebab utama dari keragaman dalam bahasa Toraja.

Ciri yang menonjol dalam bahasa Toraja adalah gagasan tentang duka cita kematian. Pentingnya upacara kematian di Toraja telah membuat bahasa mereka dapat mengekspresikan perasaan duka cita dan proses berkabung dalam beberapa tingkatan yang rumit. Bahasa Toraja mempunyai banyak istilah untuk menunjukkan kesedihan, kerinduan, depresi, dan tekanan mental. Merupakan suatu katarsis bagi orang Toraja apabila dapat secara jelas menunjukkan pengaruh dari peristiwa kehilangan seseorang; hal tersebut kadang-kadang juga ditujukan untuk mengurangi penderitaan karena duka cita itu sendiri.
Ekonomi

Sebelum masa Orde Baru, ekonomi Toraja bergantung pada pertanian dengan adanya terasering di lereng-lereng gunung dan bahan makanan pendukungnya adalah singkong dan jagung. Banyak waktu dan tenaga dihabiskan suku Toraja untuk berternak kerbau, babi, dan ayam yang dibutuhkan terutama untuk upacara pengorbanan dan sebagai makanan. Satu-satunya industri pertanian di Toraja adalah pabrik kopi Jepang, Kopi Toraja.

Dengan dimulainya Orde Baru pada tahun 1965, ekonomi Indonesia mulai berkembang dan membuka diri pada investasi asing. Banyak perusahaan minyak dan pertambangan Multinasional membuka usaha baru di Indonesia. Masyarakat Toraja, khususnya generasi muda, banyak yang berpindah untuk bekerja di perusahaan asing. Mereka pergi ke Kalimantan untuk kayu dan minyak, ke Papua untuk menambang, dan ke kota-kota di Sulawesi dan Jawa. Perpindahan ini terjadi sampai tahun 1985.

Ekonomi Toraja secara bertahap beralih menjadi pariwisata berawal pada tahun 1984. Antara tahun 1984 dan 1997, masyarakat Toraja memperoleh pendapatan dengan bekerja di hotel, menjadi pemandu wisata, atau menjual cinderamata. Timbulnya ketidakstabilan politik dan ekonomi Indonesia pada akhir 1990-an (termasuk berbagai konflik agama di Sulawesi) telah menyebabkan pariwisata Toraja menurun secara drastis. Toraja lalu dkenal sebagai tempat asal dari kopi Indonesia. Kopi Arabika ini terutama dijalankan oleh pengusaha kecil.

Komersialisasi

Sejarah dan Asal Usul Suku Toraja
Makam suku Toraja di tebing tinggi berbatu.
Makam suku Toraja di tebing tinggi berbatu adalah salah satu tempat wisata di Tana Toraja.
Sebelum tahun 1970-an, Toraja hampir tidak dikenal oleh wisatawan barat. Pada tahun 1971, sekitar 50 orang Eropa mengunjungi Tana Toraja. Pada 1972, sedikitnya 400 orang turis menghadiri upacara pemakaman Puang dari Sangalla, bangsawan tertinggi di Tana Toraja dan bangsawan Toraja terakhir yang berdarah murni. 

Peristiwa tersebut didokumentasikan olehNational Geographic dan disiarkan di beberapa negara Eropa. Pada 1976, sekitar 12,000 wisatawan mengunjungi Toraja dan pada 1981, seni patung Toraja dipamerkan di banyak museum di Amerika Utara. "Tanah raja-raja surgawi di Toraja", seperti yang tertulis di brosur pameran, telah menarik minat dunia luar.

Pada tahun 1984, Kementerian Pariwisata Indonesia menyatakan Kabupaten Toraja sebagaiprimadona Sulawesi Selatan. Tana Toraja dipromosikan sebagai "perhentian kedua setelahBali". Pariwisata menjadi sangat meningkat: menjelang tahun 1985, terdapat 150.000 wisatawan asing yang mengunjungi Tana Toraja (selain 80.000 turis domestik), dan jumlah pengunjung asing tahunan tercatat sebanyak 40.000 orang pada tahun 1989. Suvenir dijual di Rantepao, pusat kebudayaan Toraja, banyak hotel dan restoran wisata yang dibuka, selain itu dibuat sebuah lapangan udara baru pada tahun 1981.

Para pengembang pariwisata menjadikan Toraja sebagai daerah petualangan yang eksotis, memiliki kekayaan budaya dan terpencil. Wisatawan Barat dianjurkan untuk mengunjungi desazaman batu dan pemakaman purbakala. Toraja adalah tempat bagi wisatawan yang telah mengunjungi Bali dan ingin melihat pulau-pulau lain yang liar dan "belum tersentuh". Tetapi suku Toraja merasa bahwa tongkonan dan berbagai ritual Toraja lainnya telah dijadikan sarana mengeruk keuntungan, dan mengeluh bahwa hal tersebut terlalu dikomersilkan. Hal ini berakibat pada beberapa bentrokan antara masyarakat Toraja dan pengembang pariwisata, yang dianggap sebagai orang luar oleh suku Toraja.

Bentrokan antara para pemimpin lokal Toraja dan pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan (sebagai pengembang wisata) terjadi pada tahun 1985. Pemerintah menjadikan 18 desa Toraja dan tempat pemakaman tradisional sebagai "objek wisata". Akibatnya, beberapa pembatasan diterapkan pada daerah-daerah tersebut, misalnya orang Toraja dilarang mengubah tongkonan dan tempat pemakaman mereka. 

Hal tersebut ditentang oleh beberapa pemuka masyarakat Toraja, karena mereka merasa bahwa ritual dan tradisi mereka telah ditentukan oleh pihak luar. Akibatnya, pada tahun 1987 desa Kete Kesu dan beberapa desa lainnya yang ditunjuk sebagai "objek wisata" menutup pintu mereka dari wisatawan. Namun penutupan ini hanya berlangsung beberapa hari saja karena penduduk desa merasa sulit bertahan hidup tanpa pendapatan dari penjualan suvenir.

Pariwisata juga turut mengubah masyarakat Toraja. Dahulu terdapat sebuah ritual yang memungkinkan rakyat biasa untuk menikahi bangsawan (Puang), dan dengan demikian anak mereka akan mendapatkan gelar bangsawan. Namun, citra masyarakat Toraja yang diciptakan untuk para wisatawan telah mengikis hirarki tradisionalnya yang ketat, sehingga status kehormatan tidak lagi dipandang seperti sebelumnya. Banyak laki-laki biasa dapat saja menyatakan diri dan anak-anak mereka sebagai bangsawan, dengan cara memperoleh kekayaan yang cukup lalu menikahi perempuan bangsawan.